Lihat ke Halaman Asli

Latifa Firda Isnaeni

Mahasiswi S1 Ilmu Informasi dan Perpustakaan, FISIP Universitas Airlangga

Seberapa Sering Gen Z Kota Surabaya Menggunakan Bahasa Jawa Krama?

Diperbarui: 18 Juni 2024   22:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bahasa Jawa krama merupakan salah satu ragam dari Bahasa Jawa. Perlu diketahui, Bahasa Jawa terbagi menjadi dua tingkatan besar, yaitu Bahasa Jawa ngoko dan Bahasa Jawa krama. Tingkatan krama ini dikenal sebagai tingkatan dengan kesopanan yang tinggi. Tujuannya untuk menunjukkan rasa hormat kepada lawan bicara. Bahasa krama ini juga terbagi lagi menjadi dua, yaitu krama madya dan krama alus atau inggil. Bahasa Jawa krama biasanya digunakan ketika seseorang yang lebih muda berbicara kepada seseorang yang jauh lebih tua. Bisa juga digunakan untuk berbicara dengan orang yang posisinya yang lebih tinggi daripada mereka. Misalnya, seorang anak berbicara kepada ibunya. 

Dinamika penggunaan bahasa ini terlihat pada kalangan muda, terutama Generasi Z di Kota Surabaya. Generasi Z kini lebih sering menggunakan Bahasa Indonesia dan Inggris sebagai bahasa sehari-hari. Hal ini juga dipengaruhi oleh era globalisasi dan digitalisasi. Terlebih lagi karena pengaruh penggunaan media sosial yang sangat masif. Hal ini tentu membuat saya resah dan mempunyai satu pertanyaan, apakah Gen Z di Kota Surabaya ini masih sering menggunakan bahasa Jawa krama pada kehidupan sehari-harinya? 

Saya sempat berdiskusi dengan rekan-rekan saya. Mereka tidak terbiasa menggunakan bahasa krama dalam kesehariannya. Menurut mereka, bahasa krama jarang digunakan karena tidak dibiasakan oleh orang tuanya. Hal ini juga terjadi dengan saudara saya. Sebagai sesama Gen Z, dia juga tidak terbiasa menggunakan bahasa krama. Meskipun masih satu keluarga, kemampuan berbahasa krama saya dengan saudara saya cukup jauh berbeda. Saudara dan rekan-rekan saya tadi hanya mengetahui sedikit kosakata Bahasa Jawa krama. Umumnya mereka menggunakan "nggih", "mboten", dan "matur nuwun". Ada juga yang cukup tahu banyak kosakata, tetapi sulit untuk mempraktekkannya. 

Ketidak piawaian para Generasi Z dalam berbahasa Jawa krama ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Mengingat bahwa Kota Surabaya merupakan salah satu kota besar yang multikultural, akan cukup sulit jika ingin mempraktekkan bahasa krama karena masyarakatnya yang amat beragam. Masuknya arus globalisasi membuat dominasi Bahasa Indonesia dan bahasa asing juga sangat terasa. Masuknya budaya asing membuat Bahasa Jawa krama dan budaya lainnya yang ada di Indonesia semakin tersisih. Selain itu, kurangnya peran orangtua dan sekolah dalam pembiasaan berbahasa krama. Contohnya saja dalam sebuah keluarga, keluarga tersebut lebih memilih mengajarkan anak-anak mereka bahasa Indonesia dan bahasa asing. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap kemampuan Bahasa Jawa anak-anak mereka. 

Banyak upaya yang bisa dilakukan untuk terus melestarikan Bahasa Jawa, terutama Bahasa Jawa krama. Salah satu langkah sederhana yang bisa dilakukan ialah para orangtua membiasakan anak-anaknya sedini mungkin untuk berbicara dalam bahasa krama. Dengan keluarga yang telah mengajarkan bahasa krama sedari kecil, tentu akan membuat anak-anak mereka semakin mencintai budaya Jawa dan meningkatkan sikap sopan santun mereka. Pihak sekolah juga bisa terlibat dalam pembiasaan berbahasa Jawa krama. Perlu juga usaha lebih dari pemerintah Kota Surabaya untuk terus melestarikan Bahasa Jawa krama di kalangan Generasi Z. Dibutuhkan inisiatif Generasi Z untuk mendirikan komunitas anak muda yang ingin melestarikan bahasa Jawa. Bisa juga membuat konten-konten seperti podcast yang berhubungan dengan Bahasa Jawa krama melalui media sosial. 

Jadi, setelah merefleksikan hasil diskusi bersama rekan-rekan dan saudara saya, Generasi Z di Kota Surabaya jarang menggunakan Bahasa Jawa Krama. Penyebabnya adalah keterbatasan kosakata dan tidak adanya pembiasaan dari orangtua dan pihak lembaga pendidikan. Selain itu, faktor pergaulan dan media sosial membuat mereka tidak terbiasa mempraktekkan Bahasa Jawa krama. 

Jadi, setelah merefleksikan hasil diskusi bersama rekan-rekan dan saudara saya, Generasi Z di Kota Surabaya jarang menggunakan Bahasa Jawa Krama. Penyebabnya adalah keterbatasan kosakata dan tidak adanya pembiasaan dari orangtua dan pihak lembaga pendidikan. Selain itu, faktor pergaulan dan media sosial membuat mereka tidak terbiasa mempraktekkan Bahasa Jawa krama. 

Menggunakan Bahasa Jawa krama bukan hanya soal komunikasi, tetapi juga soal penghormatan terhadap leluhur dan identitas budaya Jawa. Dengan upaya bersama, kita bisa memastikan bahwa Bahasa Jawa krama akan terus hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat modern.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline