Lihat ke Halaman Asli

Jero Wacik Dijegal

Diperbarui: 11 Mei 2016   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tentu bukan basa-basi Ukus Kuswara (Sekjen Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif) berkata dalam buku Testimoni 100 Tokoh bahwa Jero Wacik adalah pemimpin yang selalu do, do, do. Kerja kerja kerja! Pengalaman hidup mengajarkan Jero Wacik arti sebuah perjuangan dan kejujuran dalam bersikap. Jero Wacik dibentuk oleh alam, berjuang sedari nol, sehingga apa pun yang ia lakukan selama menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata serta Menteri ESDM adalah sebuah perjuangan dan pengabdian kepada bangsa.

Sebab itu, ketika kasus Jero Wacik mencuat, banyak tokoh dan masyarakat tidak menyangka Jero Wacik tersangkut di tipikor. Tuduhannya pun sangat mencengangkan dan sangat tidak masuk akal. Seolah-olah tuduhan itu diada-adakan agar ada. Pertama, Jero Wacik dituduh  menyalahgunakan Dana Operasional Menteri (DOM) pada saat menjabat sebagai Menbudpar, yang nyatanya tidak terbukti sama sekali d persidangan. Jusuf Kalla sebagai saksi menguatkan tuduhan itu omong kosong belaka. Sayangnya, bukti-bukti di persidangan tidak dipedulikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Kedua, Jero Wacik dituduh melakukan pemerasan dana kick back dan gratifikasi saat menjabat sebagai Menteri ESDM. Tudihan ini mentah dan gugur di persidangan karena tidak terbukti. Dana kick back  yang dikaitkan ke Jero Wacik ada sejak tahun 2010, sementara Jero Wacik baru menjadi Menteri ESDM pada tahun 2011. Ada apa dengan KPK yang tak melihat kebenaran ini?

Nah, tuduhan ini jelas bertolak belakang dengan tipikal Jero Wacik yang sedari kecil selalu berpegang pada kejujuran. Jero Wacik satu-satunya tokoh Bali dari Batur yang berhasil menjadi tokoh besar, menjadi menteri! Sebagai seorang pemeluk Hindu taat dan tokoh Pemangku di pura tentu tuduhan ini membuat orang bertanya-tanya apakah tuduhan itu benar adanya?

Ada yang masih ingat dengan Peraturan Menteri No. 7 tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral? Apa yang terjadi ketika peraturan itu diterbitkan oleh Jero Wacik selaku Menteri ESDM? Heboh! Dunia pertambangan heboh, waswas, dan ketakutan dengan peraturan itu. Bagaimana tidak, peraturan itu akan mengeringkan pundi-pundi keuntungan pengusaha pertambangan. Para konglomerat pertambangan misuh-misuh karena mereka tak bisa lagi mengeruk keuntungan sepuas hati. Peraturan itu jelas “mempersulit” kegiatan ekspor hasil tambang mineral.

Jero Wacik waktu itu sebagai Menteri ESDM menjelaskan bahwa peningkatan ekspor sebelumnya mencapai 500% lebih, sementara ketersediaan bahan mentah mineral di dalam negeri berkurang. Duh, bisa dibayangkan pengusaha-pengusaha pertambangan hanya mencari untung. Masalah yang lebih urgen, menurut Jero Wacik, peraturan itu sebagai upaya pencegahan kerusakan alam. Semakin berkembangnya pertambangan, semakin tingginya angka ekspor pertambangan, maka semakin banyak tanah berlubang dan alam semakin rusak. Kebijakan Jero Wacik ini bisa dibilang berani di tengah paradigma “pemimpin takut dengan pengusaha”.

Soetan Bhatoegana di buku Testimoni 100 Tokoh berkata, “Dia mempertaruhkan jabatannya demi kebangkitan energi di Indonesia. Menurut saya itu (Peraturan Menteri No. 7 tahun 2012) terobosan luar biasa. Meski banyak pengusaha menjerit, tapi sebenarnya itu bisa berdampak positif dalam meningkatkan nilai tambah bagi produksi pertambangan nasional.”

Seperti yang telah banyak diketahui, pengusaha dan pemimpin adalah kesatuan yang terpisahkan. Banyak isu yang berkembang, para pejabat banyak mengambil keuntungan lewat para pengusaha, sebaliknya pengusaha banyak diuntungkan karena mudah menembus jalur birokrasi. Isu suap-menyuap antara pengusaha dan pejabat adalah isu yang dianggap “pasaran” tapi “bernilai jual”.

 Rupanya, isu suap-menyuap ini tidak bisa “dikenakan” ke Jero Wacik. Kenapa? Jawabnya karena Jero Wacik terlalu jujur untuk melakukan tindakan tak beradab itu. Wong Jero Wacik saja berani mengeluarkan peraturan yang menjegal para dedengkot-dedengkot yang rakus, masa iya dia melakukan suap. Lalu, dipakailah tuduhan penyalahgunaan DOM, gratifikasi, dan pemerasan. Namun, tuduhan-tuduhan itu nyatanya tidak terbukti di persidangan. Baca sekali lagi: TIDAK TERBUKTI.

Sayangnya, JPU dan KPK seakan tutup mata dengan jalan persidangan. Segala kesaksian dan bukti-bukti mereka abaikan dengan tetap ngotot mempertahankan tuduhan. Pertanyaannya sekarang, ada apa dengan KPK? Apakah KPK susah mengakui bahwa telah keliru menjerat orang? KPK begitu memercayai kicauan seorang Waryono Karno—mantan Sekjen ESDM yang mengaitkan Jero Wacik dengan tindakan korupsinya. Semoga diampuni kau, Waryono Karno!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline