Lihat ke Halaman Asli

Mungkinkah Jero Wacik Jadi Korban Politik?

Diperbarui: 19 April 2016   12:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari lalu, saya dan Tim #SobatJW berbincang dengan tokoh-tokoh Bali. Ada tokoh yang berkecimpung di dunia partai politik, ada pula tokoh akademisi. Prof. Dr. Wayan Windia (akademisi dari Universitas Udayana, I Wayan Gunawan (ketua fraksi partai Golkar DPRD Provinsi Bali), I Putu Suasta (mantan ketua Bapilu Partai Demokrat), I Made Mudarta (Ketua DPD Partai Demokrat Bali), dan I Tengah Pringgo (Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Bali).

[caption caption="Bersama tokoh-tokoh Bali"][/caption]Saya pribadi seperti belajar ilmu politik secara praktis dengan mereka. Obrolan santai di Warung Liyu, Denpasar Bali, dimulai pada pukul 17.00 WITA. Tak ada sekat di antara kami. Kami, Tim #SobatJW merasa beruntung dapat menguak secara mendalam lagi bagaimana kasus korupsi yang disangkakan kepada Jero Wacik.

Jero Wacik disangkakan memeras dana kick back pada masa dia menjadi Menteri ESDM (ini tidak terbukti karena Jero Wacik diangkat sebagai Menteri ESDM pada tahun 2011, sedangkan rekening dana kick back sudah ada sejak tahun 2010. Apakah Jero Wacik jadi tumbal staf dan menteri sebelumnya?). Tuduhan lain adalah Jero Wacik menyalahgunakan Dana Operasional Menteri (DOM). Tuduhan ini pun terbantahkan dengan kesaksian Jusuf Kalla.

Lucunya, Jaksa Penuntut Umum seakan menuli dan buta dengan proses persidangan. Tuntutan sembilan tahun dan uang pengganti sebesar 18,7 miliar sama persis dengan Surat Dakwaan. Sementara, saksi-saksi dan bukti-bukti di persidangan yang meringankan dakwaan terhadap Jero Wacik tidak mereka pedulikan. Seperti kata Jero Wacik ketika membacakan pledoi pada tanggal 28 Januari 2016, “Tuntutan ini bagi saya sangat tidak masuk akal karena sama persis dengan Surat Dakwaan. Pasal-pasalnya pun sama, malahan kalimat-kalimatnya pun sama.” (lebih lengkap baca di relawanjw.blogspot.co.id).

Saya menganggapnya “wajar” sama (wajar tanda kutip, lho). Bagaimana bisa dalam tempo singkat pihak JPU mengedit berkas segunung itu? Cara sederhananya, ya, copy dan paste. Pertanyaannya, begitukah kualitas JPU?

Saya menangkap ada semacam pembunuhan karakter dalam kasus Jero Wacik ini, khususnya tuduhan pemerasan dana kick back saat menjabat sebagai Menteri ESDM. Pemikiran saya, pemerasan itu sikap yang sangat tidak ada bagus-bagusnya. Yang terbayang ketika mendengar pemerasan adalah sosok preman yang memeras saya sewaktu di terminal. Nah, dalam, persidangan, tuduhan ini terbantahkan dan tidak terbukti sama sekali. Apa motif sang mantan sekjen, Waryono Karno, yang mengatakan dia disuruh Jero Wacik mengumpulkan uang, padahal dia mengumpulkan dana kick back sudah sejak Januari 2010? Sementara, Jero Wacik baru dilantik sebagai Menteri ESDM pada Oktober 2011. Ini benar-benar pembunuhan karakter karena tuduhan pemerasan terus bergulir di berbagai media.

Sebagai  orang yang berkecimpung di dunia politik, tentu tokoh-tokoh yang saya sebutkan di atas lebih tahu bagaimana hitam putih dan abu-abunya dunia politik dibanding kami yang hanya tahu di luarnya saja. Bagaimana tanggapan mereka ketika Jero Wacik ditetapkan sebagai tersangka dan mendapat vonis empat tahun dari hakim? Sampai sekarang, proses sidang sudah sampai ke tahap banding. Materi banding dilayangkan oleh Jaksa Penuntut Umum yang tetap ngotot menuntut hukuman sembilan tahun untuk Jero Wacik.

“Kita main logika saja. Proyek di Kementerian ESDM itu nolnya delapan belas! Saya saja sampai bingung bagaimana cara membacanya. Bagaimana bisa sekelas menteri cuma korupsi ecek-ecek (baca: sedikit banget)?” ucap I Putu Suasta (mantan Ketua Bapilu Partai Demokrat).

“Jero Wacik itu sosok yang sederhana sekali. Saking sederhananya, setiap datang ke Bali, selalu kami tawari jemput pakai mobil. Dia tidak punya mobil pribadi di Bali. Tuduhan pemerasan itu sangat tidak masuk akal,” kata I Made Mudarta (Ketua DPD Partai Demokrat Bali).

[caption caption="Bincang santai tim #SobatJW dengan tokoh-tokoh Bali di Warung Liyu, Denpasar"]

[/caption]“Saya orang yang berkecimpung di dunia politik. Saya sudah tahu bagaimana kehidupan politik. Saya tidak mencari kekayaan di partai. Jauh sebelum terjun di dunia parpol, saya punya usaha sendiri. Begitu juga Pak Jero Wacik dan pejabat Bali kebanyakan. Pak Jero Wacik itu orang yang berusaha keras. Saya tidak terlalu kaget ketika Jero Wacik dituduh korupsi. Mana ada orang baik hidup kekal di dunia politik? Ini pasti dipolitisir untuk menutupi kasus-kasus besar,” ucap I Tengah Pringgo (Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Bali) dengan gayanya yang khas dan ceria. Tak lupa, beliau mengenalkan baju yang dipakainya. Bajunya unik. Jika biasanya saku baju lubangnya di atas. Baju beliau lubang sakunya di bawah. “Sebagai simbol antikorupsi,” katanya.

Percakapan kami terus berlanjut. Dunia politik memang begitu abu-abu. Ada-ada saja yang mencoba menjegal orang baik. Saya teringat seiring merebaknya kasus Jero Wacik, ada kasus besar yang tak diusut dengan cepat, yakni mafia migas. Siapa pun tahu Kementerian ESDM adalah kementerian yang basah, bahkan sangat basah. Angkanya tidak lagi miliaran, tapi triliunan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline