Lihat ke Halaman Asli

Lasmaria Sernovita

STIKes Mitra Keluarga

Kesehatan Mental pada Masyarakat

Diperbarui: 15 Juli 2023   07:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Kesehatan mental merupakan salah satu dimensi dari definisi sehat menurut World Health Organizaon (WHO). Seseorang dikatakan sehat jika seluruh dimensi sehat (fisik,mental, spiritual, dan sosial berada dalam keadaan yang opmal agar individu tersebut dapat produkf secara ekonomi. Gangguan kesehatan mental dapat menurunkan produkvitas seseorang dalam jangka panjang, sehingga dapat berdampak pada penambahan beban Negara (Ayuningtyas and Rayhani, 2018). Menurut WHO, prevalensi depresi dan gangguan jiwa di dunia adalah 322 juta atau dengan proporsi 4,4% dari penduduk dunia (World Health Organization, 2017). 

Kesehatan mental yang benar pada induvidu atau seseorang yaitu kondisi dimana seseorang terbebas dari segala jenis gangguan jiwa atau bisa dikatakan dimana kondisi induvidu tersebut berfungsi secara normal atau semestinya dalam menjalankan hidupnya terkhusus dalam penyesuaian diri untuk menghadapi setiap permasalah yang akan di temui sepanjang hidupnya. 

Menurut WHO, kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang didalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar,untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya. Kesehatan bukan hanya tentang raga yang kuat dan prima, namun mental yang juga bisa jauh dari gangguan atau penyakit. Masyarakat indonesia sampai sekarang masih mengganggap bahwa seseorang yang mengalami depresi dan stress adalah orang yang dikategorikan gila. Daerah pedalaman di indonesia pun masyarakatnya masih menganggap bahwa kesehatan mental harus diobati ke dukun ataupun ahli agama. Hal seperti inilah justru tidak tepat karena mereka tidak memahami atau mengerti tentang bagaimana cara untuk menanganinya.                                                

Penyakit mental dapat menyebabkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dapat merusak interaksi atau hubungan dengan orang lain, namun juga dapat menurunkan prestasi di sekolah dan produktivitas kerja. oleh sebab itu, sudah saatnya kita menjalankan pola hidup sehat. Adapun beberapa jenis masalah kesehatan mental yang paling umum terjadi seperti stres, gangguan kecemasan dan depresi (Kementrerian Kesehatan RI, 2018).

Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) tahun 2013, penderita gangguan mental emosional dan depresi di Indonesia adalah 6 per 100 dari jumlah populasi yaitu 16 juta jiwa, sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat (psikosis/skizofrenia) rata-rata 1,7 per 1000 penduduk (Agustin & Syam, 2021). Di tahun 2018, survei yang dilakukan oleh Riset Kesehatan Dasar, prevalensi gangguan jiwa berat meningkat secara signifikan menjadi 7 per mil, yang artinya 7 dari 1000 penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa berat, atau meningkat 312% dari tahun 2013 (Kementrerian Kesehatan RI, 2020).

Hal ini menjadi menarik untuk dibahas karena peningkatan angka ini dapa tmenunjukkan kenaikan masalah kesehatan mental di Indonesia, dan adanya peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan mental di Indonesia. Kedua asumsi tersebut menjadi bahan yang menarik dan dapat memberikan dampak positif bagi pelayanan kesehatan mental di Indonesia. Pada saat 2013, pengobatan gangguan jiwa tercatat bahwa kurang dari 10% orang yang mengalami gangguan jiwa mendapatkan layanan terapi oleh petugas kesehatan. Angka yang dapat dikatakan jauh dari harapan (Wijaya, 2019). 

Pada akhirnya, besar harapan saya agar penyakit kesehatan mental dapat ditangani sedini mungkin sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia dari penyakit tidak menular sebagai jawaban tantangan Sustainable Development Goals 2030 untuk mengurangi hingga sepertiga angka kematian dini akibat penyakit tidak menular, melalui pencegahan dan pengobatan, serta meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan.

Mayoritas negara berkembang, termasuk Indonesia masih menganggap gangguan kesehatan mental sebagai low priority issue dengan memberikan kebijakan kuratif dibandingkan kebijakan preventif, promotif dan rehabilitative. Di sisi lain, kesehatan mental telah masuk dalam indikator SDGs yang juga diadopsi ke dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) di Indonesia. Kesehatan mental termasuk dalam penyakit non-communicable diseases atau penyakit yang tidak menular. Namun, indikator tersebut di Indonesi masih terbatas pada kebijakan kuratif dengan kepemilikan puskesmas dengan penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa di setiap kabupaten/kota (Khoirunnisa & Sukartini, 2020). UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa/mental adalah kondisi ketika individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga menyadari kemampuan yang dimiliki untuk mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Yang artinya, kesehatan mental dapat dikatakan menentukan produktivitas suatu bangsa (Idaiani & Riyadi, 2018).

Masalah gangguan kesehatan jiwa membutuhkan penyelesaian yang melibatkan partisipasi berbagai pihak. Model pendekatan holistik dalam keperawatan gangguan jiwa menawarkan konsep pemberdayaan masyarakat. Konsep keperawatan holistik memperhakan semua komponen bio-psiko-sosial-spritual pasien. Salah satu contoh situasi masyarakat yang kurang mendukung kesembuhan Orang Dengan Skizofrenia (ODS) adalah pasca perawatan di rumah sakit, keluarga belum siap memberi dukungan sehingga kepercayaan diri ODS untuk hidup lebih mandiri. Kurangnya dukungan social terhadap ODS karena masih ada sgma terhadap ODS dan aturan keluarga yang berlebihan atau sebaliknya pengabaian menyebabkan terjadinya kekambuhan serta perburukan penyakit (Ah. Yusuf et al., 2019).

Beberapa peristiwa penting yang berpengaruh terhadap bidang kesehatan jiwa lima tahun terakhir antara lain ditetapkannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), lahirnya Undang-Undang (UU) No 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa pada tahun 2014, adanya target SDGs, diberlakukannya kebijakan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2015, masuknya program kesehatan jiwa sebagai salah satu standar pelayanan minimal sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2016 dan danya indikator kesehatan jiwa dalam Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Uraian materi program pemerintah sebagai berikut (Idaiani & Riyadi, 2018) :

  1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline