Lihat ke Halaman Asli

Mayangthika

TERVERIFIKASI

Guru

Sebuah Refleksi: Suka dan Duka Menjadi Guru

Diperbarui: 30 November 2023   20:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Koleksi Pribadi

Profesi guru sudah saya jalani sejak tahun 2011 lalu. Sudah 12 generasi muda yang datang silih berganti  dengan membawa ciri khasnya tersendiri, wajah-wajah lugu yang haus akan ilmu dan dengan rasa ingin tahu yang tinggi.

Teringat saat di tahun pertama saya memutuskan untuk menjadi guru,  ada teman saya yang menanyakan  mengapa saya memilih menjadi guru dengan "imbalan" yang tidak seberapa dan juga lelah yang (kadang) melebihi pegawai kantoran karena tuntutan pekerjaan yang tinggi? Kemudian saya menjawab bahwa menjadi seorang guru, saya bisa bersedekah dengan ilmu yang saya miliki dengan harapan ilmu itu yang akan menambah pundi-pundi amal jariyah saya kelak.

Mengapa saya menjawab seperti itu? Ya karena memang saat itu saya belum merasakan suka dukanya menjadi guru sepenuhnya.

Perjalanan waktu yang saya lalui, kemudian lambat laun saya mulai merasakan kejenuhan. Mulai dari tuntutan pekerjaan yang tinggi karena harus menyiapkan waktu dan energi yang lebih banyak untuk mempersiapkan materi pelajaran dan mengevaluasi kinerja siswa, tanggung jawab yang besar karena harus membimbing siswa dengan kebutuhan dan kemampuan kelas yang berbeda-beda, atau jenuh karena keterbatasan sumber daya namun dituntut untuk tetap memberikan pembelajaran yang optimal.

Sempat terbesit ingin berhenti,namun niat itu tidak jadi terealisasi saat saya bertemu dengan salah satu alumni di Mall. Saat itu saya bersama dengan suami dan anak-anak sedang jalan-jalan di Mall di kota Bogor, tiba-tiba ada yang memanggil dengan suara yang keras "Bu Mayang...!!!", kami semua menengok ke arah suara. Terlihat seorang gadis berusia sekitar 20 tahun berlari kecil menghampiri kami, tanpa rasa canggung dia langsung meraih dan mencium tangan saya.

Saya yang masih bingung, kemudian bertanya "Maaf kakak ini siapa ya?" dia menjawab "Ya Allah ibu, saya Hani alumni tahun 2012 dulu. Masa ibu lupa?"

Bukan lupa, tapi karena tampilannya yang sangat jauh berbeda dibanding saat sekolah dulu membuat saya bingung.  Alumni 11 tahun yang lalu masih mengingat saya, dalam hati saya berkata "Masya Allah sebegitu berkesankah saya sehingga masih di ingat oleh dia".

Dia menceritakan sedikit kisahnya setelah lulus, sambil tetap memegang tangan saya dia berkata "Ibu, ibu tau nggak habis lulus saya kan gap years. Selama gap years saya ikuti saran ibu, walaupun gap years tetap harus beraktivitas mengisi dan mengupgrade ilmu dan keterampilan saya. Jadi di tahun berikutnya kalau saya mau kuliah, saya ga ketinggalan banget. Kalau mau kerja pun saya sudah punya keterampilan. Akhirnya benar kata ibu, di tahun berikutnya saya alhamdulillah diterima di UNJ jurusan Ekonomi. Makasih ya bu, sudah kasih saya saran itu jadi saya bisa kuliah di UNJ"

Jujur, saya sangat terharu mendengarnya. Ternyata apa yang saya ucapkan (yang mungkin saya sendiri sudah lupa) masih di ingat oleh mereka. Masya Allah.

Kejadian itu membuat saya merenungkan kembali peran saya sebagai guru,sehingga saya menemukan banyak kebahagiaan di tengah-tengah mereka (peserta didik).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline