Lihat ke Halaman Asli

Pergeseran Pemikiran Sayyid Qutb

Diperbarui: 17 Juni 2023   18:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sayyid Qutb Ibrahim Husein al-Syadzili atau yang lebih dikenal dengan Sayyid Qutb, tokoh Ikhwanul Muslimin ini dalam perjalanan hidupnya sempat mengalami pergeseran pemikiran, dari pemikiran yang liberal sekularis menuju pemikiran yang berorientasi pada kandungan al-Qur'an. Perpindahan orientasi ini merupakan dinamika proses berpikir Qutb dalam proses pencarian bentuk.

Melihat dari latar belakang riwayat hidupnya, pada usia enam tahun Sayyid menempuh pendidikan formal pertamanya di Sekolah Dasar Modern (Madrasah), corak pendidikan di Madrasah ini mengandung paham-paham moderat yang tengah berkembang ditengah masyarakat Mesir pada waktu itu. Selanjutnya, Sayyid Qutb melanjutkan pendidikannya di Kairo di sekolah Muallimun (1919-1928), dari sinilah Qutb berkenalan dengan ide sekuler dimana adanya pemisahan agama dengan ilmu-ilmu lain. Paham sekularisasi sedang menjadi topik hangat pada masa itu.

Qutb masuk perguruan tinngi Dar ul-Ulum Kairo dari tahun 1929-1933. Dar al-ulum adalah perguruan tinggi modern yang dikelola oleh para pembaharu untuk melatih guru-guru mata pelajaran dan literatur Barat modern, seperti sejarah, geografi, bahasa inggris, ilmu sosial, ilmu pendidikan, matematika dan fisika. Dari sini pemikirian Qutb mengenai sekularisasi semakin matang. Semasa kuliah inilah pemikiran Qutb tergolong pada fase literatur, dimana pemikiran Qutb dipengaruhi oleh Taha Husein, Ahmad al-zayyad, dan banyak dipengaruhi Abbas Mahmud al-Aqqad.

Qutb adalah murid setia al-Aqqad, al-Aqqad sendiri merupakan mentor Qutb yang memperkanalkan literatur-literatur barat dan buku-buku terjemahan bahasa Inggris yang banyak mempengaruhi pemikiran Qutb kearah sekularis, individualis dan rasionalis. Namun, terdapat perbedaan antara pemikiran murni al-Aqqad dengan Qutb. Berkat pendidikan agama yang kuat sejak kecil, Qutb masih menaruh perhatian besar pada kehidupan moral dan alam spiritual hingga Qutb dikenal sebagai moralis.

Thah Husein sendiri dikenal sebagai tokoh yang beraliran Mediteraneanisme. Aliran Mediteraneanisme adalah konsep yang ingin memisahkan mesir dari tetangga-tetangga Asia dan menciptakan suatu kepentingan nasional lokal yang hanya mempertimbangkan kepentingan-kepentingan Mesir. Mediteraneanisme cenderung mengikatkan diri ke Eropa, bahkan menyebut Mesir sebagai bagian dari Mediterania (laut Tengah) yang mempunyai kultur dekat dengan Eropa. Kebudayaan Eropa dipandang paling ideal sebagai parameter kemajuan bangsa-bangsa lain.

Pada tahun 1940-an terjadi perubahan besar dalam diri Sayyid Qutb yaitu perpindahan Qutb dari penggemar kritik sastra kepada bidang sosial kemasyarakat. Faktor-faktor yang mempangaruhi hal tadi ialah kematian ibunya, kesehatannya yang terganggu, serta keterasingan dari pemerintah status quo dan budaya barat. Faktor lain yang melatar belakanginya ialah keinginan Qutb untuk mencari jawaban dari al-Qur'an untuk menanggulangi penyakit masyarakat pada waktu itu.

Kondisi sosial politik dan ekonomi Mesir pada masa hidup Sayyid Qutb sangat memprihatinkan, penduduk yang tinggal di desa hidup dalam keterbelakangan dan belenggu kemiskinan, jalanan yang rusak, pakaian lusuh dan kumal hingga tingkat buta huruf penduduk Mesir mencapai 99,4 % bagi populasi penduduk wanita dan 91,2% bagi populasi penduduk laki-laki. Semua itu, pada dasarnya bermuara pada ketakutan warga pada penguasa yang dhalim. Hal-hal tadi yang membangkitkan ketertarikan Qutb untuk kembali mempelajari dan menghayati al-Qur'an dan mengilhami Islam sebagai alternatif terapi bagi kesembuhan penyakit masyarakat.

Pergeseran pemikiran ini sangat terlihat pada istilah-istilah yang digunakan Qutb. Di awal pemikirannya, Qutb tidak memakai simbol-simbol religius, ia hanya menyebut kebaikan (al-khair) dan kejahatan (al-syar) dalam karyanya. Sementara pada era kemudia, terminologi yang dipakai Qutb berubah menjadi sangat relijius, seperti jahiliyyah, hakimiyyah, jihad dan sebagainya.

Referensi:

Purwanto, M. R. (2019). KEADILAN DAN NEGARA (Pemikiran Sayyid Qutb Tentang Negara yang Berkeadilan) . Yogyakarta: Universitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline