Lihat ke Halaman Asli

Pak Wahono Namanya, Berjuang untuk Hidup Tujuannya

Diperbarui: 3 Juni 2022   20:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada salah satu jalan besar di Kota Malang, Jalan ijen, saya bertemu dengan seorang Pebecak yang sedang beristirahat di becaknya. Beliau bernama Pak Wahono, seorang bapak tua yang umurnya sekarang sudah menginjak 53 tahun. Beliau merupakan orang asli Malang tepatnya di Kecamatan Lowokwaru. Beliau bercerita bahwa sejak kecil sudah diharuskan untuk hidup mandiri karena kedua orang tuanya bisa dibilang tidak merawat beliau dengan baik, beliau dirawat oleh Pakdenya sedari kecil. Lalu, baru pada umur 20 tahun beliau bertemu dengan ibu kandungnya saat ibunya sudah menikah lagi dengan orang Kalimantan, tepatnya Kalimantan Selatan di Kota Banjarmasin. Itupun karena bude beliau memberi tahu tempat tinggal ibunya. Bahkan beliau belum pernah bertemu ayahnya, tidak tahu siapa ayahnya, bagaimana bentuk rupanya, namanya, masih hidup atau tidak, tidak ada satu hal pun yang beliau ketahui tentang ayahnya.

Pendidikan beliau hanya sampai kelas 4 SD, setelah itu karena ekonomi yang tidak mencukupi beliau pun terpaksa putus sekolah dan melanjutkan hidupnya dengan bekerja serabutan. Mulai dari membersihkan kuburan, menjadi tukang semir sepatu di jalanan Kota Malang, sampai berjualan koran Jawa Pos yang pada saat itu harganya masih 200 Rupiah. Baru kemudian pada tahun 1989 beliau mulai narik becak sampai dengan saat ini. Beliau memutuskan untuk membecak karena merasa sungkan dan malu dengan Budenya, beliau merasa hanya menjadi beban bagi budenya karena hanya menumpang di rumah tanpa mempunyai penghasilan yang jelas.

Saat ini beliau sudah menikah 2 kali, pernikahan pertamanya terjadi pada tahun 2000. Kemudian kabar duka datang pada saat tahun 2018, istri beliau meninggal karena sakit komplikasi yang diderita sejak cukup lama. Kepergian istrinya membuat beliau sangat terpukul, namun beliau sadar bahwa hidup harus tetap berjalan dan tidak boleh menyerah begitu saja. Tidak ingin berlarut dalam duka yang panjang, beliau pun menikah lagi dengan orang Poncokusumo hanya 40 hari setelah istrinya meninggal.

Jika berbicara tentang pendapatan dalam menarik becak tentunya tidak mencukupi untuk kehidupan sehari-hari, karena seperti yang kita ketahui bahwa kendaraan umum pada saat ini sudah semakin banyak dan maju. Orang-orang tentunya lebih memilih menggunakan ojek online untuk bepergian tanpa kendaraan pribadi. Meski begitu beliau tetap percaya bahwa Allah itu tidak tidur, "Setiap orang itu sudah ada rejekinya masing-masing, ga mungkin ketuker. Nasib itu memang bisa dirubah, tetapi tidak dengan takdir. Karena takdir merupakan ketetapan Allah yang sudah tertulis di Lauhul Mahfudz, kita hanya bisa terus berusaha untuk terus bertahan hidup." Ucapnya. Benar saja, walaupun becaknya sepi pelanggan bahkan seringkali tidak ada pelanggan satu pun, ada saja orang-orang baik yang memberikan sedikit rejeki untuk diberikan kepada beliau. Entah itu berupa makanan atau berupa uang tunai. Namun, beliau sama sekali tidak pernah berharap dan bergantung dengan pemberian orang. Jika memang tidak mendapatkan sepeserpun dalam sehari, beliau akan berpuasa layaknya puasa di Bulan Ramadhan. Menahan lapar seharian dan jika saat berbuka meminum air gentong yang ada di pinggir Jalan Ijen walaupun sebetulnya itu merupakan air untuk mencuci tangan. "Ya gapapa mas kalau memang tidak mendapat rezeki sama sekali ya saya anggap puasa saja kaya Bulan Ramadhan, terus berbuka dengan minum air digentong pinggir jalan itu aja, toh ya minum air nanti bakal kenyang mas." Ucapnya sambil tersenyum.

Dari cerita beliau ini banyak pelajaran dan pesan yang disampaikan. Beliau berpesan harus menjaga diri khusunya untuk perantau, jangan sampai terbawa pergaulan bebas karena tanggung jawabnya nanti berat. "Kalau seperti itu nanti kasihan anaknya mas, nanti malah ga keurus dan ga tumbuh dengan baik. Kayak saya gini nanti, ibu saya bilang ke suaminya yang baru kalau anaknya Cuma 3 dan saya ga dianggap. Jadi jika saya kesana harus bersembunyi dan tak diperbolehkan bertemu dengannya, nanti ibu dihajar soalnya mas. Jadi saya sebagai anak lebih milih buat lindungin ibu aja walaupun ga dianggep mas." Dari cerita tersebut beliau juga berpesan bahwa kita tidak boleh menyimpan dendam kepada orang tua walaupun orang tua kita tidak baik kepada kita. Karena bagaimanapun jika bukan karena ibu dan ayah maka kita tidak akan ada di dunia ini. Beliau juga berpesan agar jangan mudah untuk menyerah karena hidup ini sudah ada yang mengatur, Allah tidak akan diam dan membiarkan hambanya sengsara begitu saja. Kita harus terus berusaha untuk tetap bertahan hidup walaupun keadaannya sulit, selagi masih ada nafas maka kewajiban kita untuk terus berjuang pun tetap ada.

Pak Wahono merupakan orang yang sangat tegar dan kuat. Walaupun sedari kecil cobaan yang menimpa beliau seperti tak ada hentinya, beliau tidak pernah menyerah dengan keadaan. Tetap berjuang dengan seluruh kemampuan yang dimilikinya, dengan cara apapun itu, bagaimanapun, harus tetap hidup. Jika sedang sendirian beliau seringkali berkhayal betapa enaknya jika mempunyai pekerjaan yang layak, rejeki yang memadai, dan hidup yang nyaman. Tetapi balik lagi itu adalah khayalan belaka, beliau tetap percaya bahwa takdir yang terjadi merupakan cerita bahagia yang telah dirancang Allah sedemikian rupa agar berakhir bahagia. Toh orang yang kita lihat seperti bahagia dengan hartanya nyatanya tidak selalu seperti itu, pasti ada saja cobaan yang membuatnya juga tidak dapat bahagia karena memikirkan cobaan yang ada. Walau begitu tidak jarang beliau berpikiran sudah ada tidak gunanya lagi untuk hidup, tetapi beliau tetap berpegang teguh dengan keyakinan bahwa dalam hidup kita tidak boleh menyerah dengan cobaan yang ada, karena jika kita menyerah berarti kita kalah. Jadi semangat hidupnya ini lah yang membuat beliau masih terus berjuang dengan kehidupannya.

Mungkin cukup itu saja cerita yang dapat saya sampaikan dari hidup Pak Wahono, InsyaAllah ada banyak manfaat yang bisa diambil sebagai Muhasabah untuk diri kita dalam menjalani hidup kedepannya. Terima kasih untuk para pembaca yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini, salam literasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline