Bagi kalian yang pernah ke Malang dan melewati Jalan Ijen pastinya tidak asing dengan keberadaan gereja besar nan indah yang berada di pinggir Jalan Ijen. Gereja yang akrab dengan sebutan Gereja Ijen sebenarnya memiliki nama asli yang cukup panjang, yaitu Gereja Katedral Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel. Gereja yang bisa disebut sebagai salah satu icon di Jalan Ijen ini beralamatkan di Jl. Buring No. 60, Oro-oro Dowo, Klojen, Kota Malang, Jawa Timur.
Gereja Ijen bisa dibilang sebagai salah satu ikon Katolik setidaknya di Kota Malang dan kerap kali dijadikan rujukan gereja setelah Gereja Kayutangan. Di dalam gereja ini terdapat tempat yang disebut dengan jalan salib, dimana digambarkan disitu ada cerita perjalanan dari Isa Al-Masih yang menderita, sengsara, dan terus berjuang menunjukkan cintanya kepada manusia, mencintai orang-orang yang juga cinta kepadanya dan mengimaninya. Perjalanan ini digambarkan dengan 4 gambar permenungan dari perjalanan Isa Al-Masih tersebut. Gereja ini berkapasitas kurang lebih 800 jemaat sebelum pandemi, namun karena adanya pandemi kapasitas tempat duduk di gereja ini berkurang setengahnya karena dibatasi dan harus berjarak.
Ternyata Kristen dan Katolik merupakan agama yang berbeda lho, siapa yang baru tau hayo? Gereja Katedral Ijen ini merupakan gereja untuk agama Katolik, perbedaan antara gereja Katolik dan gereja Kristen secara umum terletak pada banyaknya patung yang ada pada gereja Katolik. Hampir di setiap sudut ruangan di gereja ini terdapat patung. Contohnya seperti Patung Joseph, Joseph adalah ayah dari Isa Al-Masih, kemudian ada Patung Maria atau Maryam yang merupakan Ibu dari Isa Al-Masih, dan tidak ketinggalan patung dari Isa Al-Masih itu sendiri ada di dalam gereja ini.
Sejarah Katolik masuk ke Indonesia berawal pada masa penjajahan Portugis sekitar abad ke 17. Bermula pada saat Portugis mulai masuk ke Maluku yang kemudian meluas di Jawa khususnya daerah Surabaya, yang kemudian didirikanlah Gereja Batavia yang menaungi agama Katolik yang ada di beberapa daerah di Jawa seperti Bandung, Semarang, Malang, dan Surabaya. Kemudian agama Katolik semakin berkiembang pesat pada masa kedatangan Belanda di Indonesia lewat perkebunan karena pada saat itu banyak perkebunan yang ada di daerah Jawa Timur.
Sementara di Malang sendiri agama Katolik mulai berkembang sekitar abad 18, Gereja Katolik pertama yang ada di Malang adalah Gereja Katolik Hati Kudus Yesus yang berada di Kayutangan. Namun sebelum adanya gereja di Kayutangan, sudah ada gereja Katolik di Pasuruan pada tahun 1895 yang merupakan bagian dari Gereja Katolik Batavia. Ada 2 Gereja di Jawa Timur yang merupakan bagian dari Gereja Batavia pada saat itu, yaitu Gereja di Surabaya dan Pasuruan.
Namun pada saat ini gereja yang berada di Pasuruan sudah menjadi bagian dari Keuskupan Malang dan gereja yang ada di Surabaya menjadi bagian dari Keuskupan Surabaya. Sementara Gereja yang berada di Kayutangan diresmikan pada tahun 1905, baru kemudian ada Gereja Ijen yang diresmikan pada tahun 1934 yang dibangun oleh misionaris Belanda dengan arsitektur Belanda. Pada saat diresmikan nama gereja ini awalnya adalah Gereja Santa Theresia yang kemudian baru berubah menjadi Gereja Katedral Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel pada tahun 1961.
Hirarki yang ada pada agama Katolik itu jelas dan terstruktur, pimpinan tertinggi ada pada Paus di Vatikan, kemudian ada jajaran-jajaran dibawahnya, kemudian di setiap Negara ada, begitupun juga tiap Regional ada pimpinannya sendiri. Di Indonesia sendiri ada 37 Keuskupan, dan Malang mempunyai Keuskupan sendiri dengan 32 Paroki yang meliputi umat Katolik yang tinggal di Kawasan Malang Raya, Pulau Madura, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Situbondo, Kota Pasuruan, dan Kota Probolinggo.
Kumpulan dari beberapa Uskup tersebut disebut dengan KWI (Konferensi Waligereja Indonesia). Pemimpin dari tiap-tiap gereja disebut dengan Romo. Pada gereja Katolik terdapat orang kudus juga, Romo menyebutkan orang kudus ini sama halnya seperti kyai-kyai pada agama Islam. Orang-orang Kudus ini hanya bisa disahkan oleh Paus.
Cara menjadi Romo ternyata tidak mudah, ada pendidikan khusus bagi orang-orang yang ingin menjadi Romo. Layaknya pondok pesantren yang menghasilkan Ustadz, menjadi Romo juga harus mengikuti jenjang pendidikan minimal 11 tahun di asrama khusus calon Romo. Setelah lulus SMA akan ada persiapan sekitar 1-2 tahun, kemudian dilanjutkan dengan kuliah untuk mempelajari Filsafat Teologi S1 selama 4 tahun, setelah itu ada praktek 1 tahun untuk melihat dan beradaptasi di tempat dimana ditugaskan, setelah praktek ada kewajiban untuk melanjutkan kembali kuliah mengambil S2 Teologi.
Setelah itu semua selesai masih tidak cukup untuk jadi Romo begitu saja, akan diadakan seleksi lagi untuk menjadi Romo, disaat seleksi ini lah kebanyakan calon Romo gagal dan harus berhenti ditengah perjalanan. Apabila sudah berhasil melewati seleksi, barulah mereka dapat diresmikan sebagai Romo. Jika sudah menjadi Romo maka mereka akan ditempatkan oleh bapak Uskup dan tidak diperkenankan menolak.