Lihat ke Halaman Asli

Lany Hardila

Seorang anak perempuan, istri, guru dan akan menjadi ibu.

Raut Duka Indonesia

Diperbarui: 25 Desember 2018   02:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

by Agnes Cecile (pinterest/eduardo melo)

Ada yang tawanya dipotong duka dalam bencana nan belum jua usai.  

Selalu, di museum keabadian kita letakkan kenangan pada batas senja ingatan yang belum rampung menua.

Deburan kesakitan, reruntuhan air mata, puing-puing raga yang senantiasa tumpah pada ibu pertiwi.

Satu hari yang lalu, satu minggu yang lalu, satu bulan yang lalu, dan satu tahun yang lalu, sorak-sorak kesakitan pada buletin harian di ibu pertiwi tak bosan mengeja ada bencana lagi dan lagi.

Ada anak-anak yang senang bermain air, ada ibu-ibu yang berharap subuh mencuci baju, ada lelaki tua yang mengkhayalkan saku yang esok penuh yang bisa disisihkan membeli segelas kopi dan membeli topi pelindung kepala cucunya yang lusa akan masuk sekolah. Harapan mereka dikoyak-koyak traedi ibu pertiwi.

Duka kita tak hanya air mata hari ini, ada tulang rusuk dan juga tulang punggung yang mesti dikubur tragedi bencana negeri. Pada tubuh mereka ada harapan yang mesti layu.

Peluh mereka disapu ombak, harapan mereka digusur lumpur-lumpur dan bahagia kami terlukai debu puing-puing.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline