Lihat ke Halaman Asli

Rintik Turun Setelah Mendung

Diperbarui: 13 November 2015   10:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Suasananya tidak seperti dua Mingu lalu. Hari itu, sore yang manis, Jus nangka yang segar. Hari itu dimana aku pertama kali mengenalnya. Ceritanya biasa saja.

Awalnya duduk sendiri-sendiri, saling tatap bla bla bla, lantas kenalan. Jadian.

Kini hal itu berbeda sekali. Hujan, angin berdesing kuat. Seakan hendak merontokkan genteng-genteng di cafe ini.

Gadis itu marah besar, sekaligus menyesal dan tak tahu harus bagaimana.

"Sumpah aku sendiri tidak tahu kalo kasus itu menyeret bapakmu," terangku pada gadis itu.

Gadis yang kukenal baru dua pekan itu menangis. "Anggota DPR itu...itu..." katanya terbata-bata.
***

Intimidasi, telepon intervensi, sms dan BBM bernada mengancam hampir tiap jam kuterima. Tak hanya pesan mencekam. Pesan yang dapat menggoyahkan jiwa dan iman pun berdatangan. Uang puluhan juta dan wanita dalam sekejap bisa dikirim. Tiap hari aku harus menuju Markas Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi untuk dimintai keterangan sebagai saksi.

"Kami minta identitas dari narasumber pertama Anda itu?" Pinta seorang penyidik.

"Tetap saya tidak bisa kasih pak, ini hak narasumber agar identitasnya tidak terekspose," ujarku.

"Ok, ok, coba perlihatkan rekaman videonya itu!,"

Kuberikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline