Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan kata-kata seperti “Gokil, Mbois, Anjay, Sekut”, dan lain sebagainya dalam kehidupan kita sehari-hari. Kata-kata tersebut dinamakan slang, yang dinyatakan oleh Allan dan Burridge dalam Sudiyanti, et.al (2018, h. 2) sebagai bahasa sehari-hari dan bersifat sementara, yang dianggap jauh lebih rendah daripada pidato informal, dan bahkan sopan. Bahasa slang ini singkatnya dapat kita pahami sebagai bahasa gaul, yang tentu sudah ada sejak zaman dulu, tidak hanya sekarang.
Namun, seiring waktu dan perubahan zaman, setiap slang berpotensi untuk mengalami perubahan makna dan penggunaanya. Oleh karena itu Saya melakukan sebuah riset untuk mencari tahu apa saja perbedaan penggunaan slang zaman dulu dengan sekarang.
Untuk mendapatkan sampel data slang zaman dulu, Saya melakukan wawancara kepada dua narasumber Saya yang berusia lebih dari 40 tahun untuk mendapatkan informasi tentang apa saja slang yang mereka biasa dengar dan ucapkan pada saat mereka masih muda.
Narasumber pertama adalah Wanita berusia 56 tahun, yang memiliki latarbelakang asal daerah Klaten, Jawa Tengah. Beliau memiliki pengalaman merantau ke Kebumen, Jawa Tengah selama hampir 30 tahun hingga saat ini menetap. Narasumber kedua adalah Pria berusia 54 tahun, yang memiliki latarbelakang asal daerah Kebumen, Jawa tengah. Beliau berpengalaman merantau ke Bogor, Jawa Barat selama 5 tahun, sebelum kembali ke kota asalnya dan menetap selama 25 tahun hingga saat ini.
Slang yang pernah narasumber dengar dan ucapkan tentu berbeda, karena adanya perbedaan daerah sewaktu mereka muda, perbedaan lingkungan, dan perbedaan kebiasaan. Narasumber pertama menyatakan bahwa slang yang biasa dia dengar dan ucapkan adalah bahasa isyarat dengan menambahkan “da,di,du,de,do” dalam setiap kata. Contohnya ketika beliau mengatakan “Saya beli bakso”, yang diucapkan adalah “Sadayada bedelidi badaksodo”. Narasumber mengatakan bahwa bahasa slang itu diucapkan ketika dia ingin berkomunikasi dengan seseorang tetapi tidak ingin maksudnya diketahui oleh orang lain selain orang yang dia ingin ajak bicara.
Narasumber kedua mengalami slang yang berbeda semasa mudanya. Dia menyatakan bahwa slang yang biasa didengar dan diucapkan adalah “Bokap, Nyokap, dan Plokis”. Kata “Bokap” adalah istilah untuk mengatakan Bapak, sedangkan “Nyokap” adalah istilah untuk mengatakan Ibu. Biasanya, narasumber dan lingkungan sosial menggunakan kata itu untuk menggantikan kata Bapak dan Ibu untuk terlihat keren dan tidak formal. Misalnya ketika narasumber berkunjung ke rumah temannya, temannya akan menggunakan kalimat “Nih, kenalin bokap gue” dibandingkan “Kenalin nih Bapak aku”. Sedangkan kata “Plokis” adalah istilah untuk menggantikan kata polisi. Misalnya ketika narasumber sedang berkumpul dengan teman-temannya dan salah satu dari mereka ada yang terkena tilangan polisi, yang akan diucapkan adalah “Wah gue abis ditilang plokis nih barusan”, bukan “Wah Saya habis ditilang polisi nih barusan”.
Zaman sekarang, slang yang dialami oleh kedua narasumber masih digunakan. Penggunaan bahasa “da,di,du,de,do” masih dipakai sebagai bahasa isyarat, namun bedanya sudah tidak terlalu sering digunakan. Penggunaan slang “Bokap, nyokap, dan plokis” juga masih digunakan hingga saat ini. Tidak ada perbedaan arti dari zaman sekarang maupun zaman dulu. Yang membedakan adalah popularitas slang tersebut meluas tidak hanya di daerah Bogor, namun hingga ke seluruh Indonesia. Seringnya, bahasa itu digunakan untuk mendapatkan validitas seseorang bahwa dia merupakan orang yang “keren” atau “kekotaan”. Dari paragraf diatas, kita dapat mengetahui apa saja slang yang ada pada zaman dulu dan membandingkan penggunaanya di zaman sekarang. Kita dapat menarik kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam arti dan penggunaan slang dari zaman dulu dan sekarang. Hanya saja, terdapat slang yang sudah tidak digunakan sepopuler dulu dan terdapat slang yang popularitasnya malah meluas hingga ke luar daerahnya.
REFERENSI
Sudiyanti, L. N; Suarnajaya, I. W; Swandana, I. W. 2018. A Descriptive Analysis of Slang Words Used In “Step Up: All in” Movie. Jurnal Pendidikan Bahasa Inggris. 5(2). 1-11.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H