Kemarin minggu (22/5) di keniforum ( wadah bagi film-film yang bisa menjadi alternatif tontonan bagi publik) memutar film 9808 Antologi 10 tahun reformasi yang rilis pada 12 Mei 2008. Sejumlah pekerja film dari beragam latar belakang (dokumenter, feature, film pendek, dll), musisi dan pekerja seni lainnya bergabung secara swadaya untuk memperingati satu dekade reformasi (1998-2008) dengan membuat sejumlah film pendek yang dilatarbelakangi oleh peristiwa Mei ‘98
Antologi sepuluh film pendek dari genre yang beragam dan diproduksi secara mandiri oleh kru yang terpisah. Dengan 10 sutradara yang tergabung yakni Anggun Priambodo, Ariani Darmawan, Edwin, Hafiz, Ifa Isfansyah, Lucky Kuswandi, Otty Widasari, Ucu Agustin, Stevw Pillar Setiabudi dan Wisnu Suryapratama.
Film 9808 ditujukan sebagai upaya membuka dialog terutama dengan kalangan muda (pelajar/mahasiswa, umum) mengenai penolakan melupakan sejarah serta pemberdayaan masyarakat untuk menyampaikan sesuatu (dalam hal ini melalui medium audio visual). Film tersebut dibuat setelah 10 tahun reformasi dengan menampilkan luka, kekecewaan dan melihat merangkum apa yang sudah dilakukan pasca ambruknya Orde Baru.
Sekarang sudah tahun 2016.Sudah 6 tahun film tersebut lewat. Sudah 18 tahun era reformasi bergulir. Reformasi adalah harapan rakyat menuju negeri yang demokratis, kebebasan berpolitik dan berekspresi Pers memperoleh kebebasan melakukan kritik, dan otonomi daerah diberikan kepada daerah.
Dan ternyata kita masih dihantui pertanyaan yang sama. Seperti yang direkam sejumlah pekerja film lewat 9808 Antologi 10 tahun reformasi “Sudah berhasilkan reformasi yang kita perjuangkan 18 tahun lalu?
Dari segi aspek kesejahteraan rakyat
Jurang antara kaya dan miskin semakin melebar, fakta ini bisa dilihat dari catatan Bank Dunia, dimana Indonesia memiliki laju ketimpangan sosial tercepat di Asia. Padahal, telah banyak program pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan dari tahun ke tahun. Akumulasi dana yang telah dikeluarkan pun telah mencapai ratusan triliun rupiah. Namun, tetap saja belum mampu menuntaskan persoalan ini. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi selama ini lebih dinikmati oleh kelompok masyarakat yang sudah relatif kaya. Jika meminjm istilah Rangga “AADC2” kaya dari lahir.
Dari segi aspek penegakan hukum
Korupsi sepertinya masih menjadi momok besar bangsa. Bahkan sekarang semakin canggih dengan dilakukan secara berjamaah. Institusi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan belum mampu maksimal seperti halnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemberantasan korupsi.
Penegak hukum di Indonesia pasca Orde baru juga tidak ada perkembangan yang signifikaan, Rakyat disuguhi tontonan oleh para elit politik yang semakin lihai dalam menyetir hukum.
Tetapi rakyat hanya bisa jadi penonton, Teriakan amarah dan tangisan rakyat tak digubris. Banyak kasus terungkap tetapi semua hanya diawal yang ramai setelahnya hilang tanpa kejelasan. Bahkan budaya kurupsi sudah tidak ada malu.