"Hidup tak usah diratapi karena ujian adalah kepastian. Berusaha saja. Berjuang menaklukkan berbagai halangan yang memberi jarak mimpi-mimpi dan dirimu." nn
Adalah Echa ibu setengah baya yang enerjik dan easy going bertutur dengan semangat kepada saya, "Saat itu penghasilan kami berdua jika digabung hanya Rp 1.250.000,- (satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah). Namun jika tidak memaksimalkan (baca: memaksa) potensi diri untuk memiliki rumah, mungkin kami akan mengontrak dalam waktu lama. Apalagi kami menikah di usia 28 tahun artinya menuju lansia ke 60 tahun tinggal tersisa 30an tahun lagi. Belum lagi nanti urusan biaya sekolah anak, kuliah, menikah, dan sebagainya".
Lima tahun perjalanan pernikahan kami, kami masih belum memiliki mobil. Kemana-mana naik motor, kadang naik taksi jika masih ada budget. Pernah suatu kali setelah lewat seminggu melahirkan kami harus kontrol dokter ibu dan anak, terpaksa naik taksi pp dengan jarak 30 km, tentu biayanya banyak.
Sebulan kemudian kami juga harus kontrol, dan kami putuskan naik motor. Baby kecil kami bonceng ditengah ditutup dengan kain agar aman. Tapi waktu itu kami gak sedih, happy aja, semangat karena baru punya anak. Sedihnya terasa setelah anak berusia setahun dan kami harus mulai pergi mengunjungi orang tua atau saudara di luar kota, kalau harus naik motor kasihan anak, kalau naik bis suami pasti mabok darat".
Namun jika memiliki mobil, cukuplah mobil sedan dengan empat seat yang cocok untuk keluarga kecil kami, tentu perjalanan akan lebih menyenangkan. Bisa berkunjung ke keluarga lebih sering, bisa berwisata di akhir pekan bersama-sama, menjelajahi berbagai tempat tanpa banyak kerepotan, datang ke acara resepsi juga lebih nyaman, dan berbagai kenikmatan lain yang membayang.
Disitu kemudian kami berdiskusi, bagaimana kalau membeli mobil? Awalnya suami merasa berat sebab saya sudah tidak bekerja lagi dan fokus mengurus rumah. "Beli mobil kan tidak harus baru, bekaspun tidak masalah yang penting mobilnya sehat," kata suami saya. Jadi akhrnya kami sepakat untuk mulai berusaha agar bisa memiliki mobil bekas.
Setiap hari Rabu dan Sabtu saya mulai sering melihat suami membuka koran pada halaman iklan baris, pada masa itu koran masih menjadi media cetak yang dominan. Hari Rabu banyak sekali iklan baris yang berisi penawaran produk jualan, sedangkan hari Sabtu ada juga sih, namun lebih didominasi iklan lowongan pekerjaan.
Selain iklan baris ada juga iklan bergambar, yang menampilkan produk-produk mobil baru dari dealer terkenal. Tentu harganya mahal, dan sekalipun metode pembayarannya mengangsur melalui leasing, kami tetap belum mampu. Di kolom iklan baris ternyata harga mobil bekas sangat bervariatif, ada yang murah, dan ada pula yang mendekati 90% harga mobil baru.
Akhirnya kami harus realistis bahwa kekuatan fiansial kami tidak akan mampu untuk membeli mobil bekas yang harganya 50% dari mobil baru sekalipun. Jadi kami putuskan bahwa kami akan mengambil mobil bekas yang usianya dikisaran tidak lebih dari 30 tahun, setara dangan umur kami waktu itu.