Lihat ke Halaman Asli

Lanjar Wahyudi

TERVERIFIKASI

Pemerhati SDM

Belajar dari Nelson Mandela, Pemimpin yang Digerakkan oleh Tujuan

Diperbarui: 23 Maret 2021   06:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Profil Nelson Mandela Mengenakan Baju Batik. Sumber: npr.org

"Ketika Anda menjadi seorang pemimpin, tantangan Anda adalah untuk menginspirasi orang lain, mengembangkan mereka, dan menciptakan perubahan melalui mereka. Jika Anda ingin menjadi seorang pemimpin, Anda harus memahami bahwa ini tentang melayani orang-orang di tim Anda" -- Jaime Irick, General Electric.

Dalam perjalanan anda meniti karir pernahkah melihat atau mengalami sendiri situasi atau perlakuan yang tidak fair? Semisal anda yang beprestasi tapi orang lain yang mendapatkan apresiasi dalam bentuk promosi jabatan dan kenaikan gaji. Atau orang yang tidak memiliki kontribusi justru mendapat berbagai fasilitas. Bisa juga  karena kedekatan personal staf dengan pimpinan atau owner perusahaan sehingga berbagai kemudahan didapatkan. Atau pernahkah anda mengalami diskriminasi atau perlakuan yang kurang menyenangkan oleh oknum aparat, kelompok masyarakat, atau sistem yang tidak adil?

Jika anda melihat atau bahkan mengalami "ketidakadilan" tersebut,  maka mari belajar kepada Nelson Mandela yang mengalami masa-masa makan hati karena ketidakadilan di hampir sepanjang 80% hidupnya, namun tidak pernah kehilangan tujuan hidupnya, maupun tujuan kepemimpinannya.

Ketika masih muda, Mandela menggerakkan protes dan demonstrasi untuk melawan pemerintahan aparteid di Afrika Selatan yang seringkali meletup menjadi aksi  kekerasan. Pada tahun 1965 pemerintah menahannya dengan tuduhan melakukan kerusuhan. Selama 4 tahun dia ditahan dalam penderitaan walaupun akhirnya dinyatakan tidak bersalah. 

Tidak puas dengan itu rezim aparteid menahannya kembali selama 5 tahun dengan tuduhan kejahatan politik. Dalam perjalanan waktu berikutnya ia harus mendekam dalam penjara selama 27 tahun dengan melakukan banyak pekerjaan kasar di usianya yang semakin tua. Berbagai tekanan internasional dan boikot terhadap negaranya akhirnya memaksa pemerintah membebaskan dia pada tahun 1990 di usia 71 tahun, usia yang sudah tua.

Jika ada orang yang memiliki hak untuk membalas dendam terhadap orang-orang yang berlaku jahat dan tidak adil, atau perlakuan dari sebuah sistem yang tidak fair dan diskriminatif, tentu saja ia adalah Mandela. Namun ajaibnya Mandela justru memaafkan para sipir penjara yang begitu sadis terhadapnya sebagai pesakitan, demikian pula memaafkan hakim yang tanpa alasan yang jelas menjatuhkan vonis keji dan mengirimnya ke penjara selama puluhan tahun. Dukungan masyarakat internasional dan rakyat sebangsanya merupakan sebuah kemenangan yang membawa energi luar biasa bagi Mandela. 

Bukannya bertindak secara brutal kepada musuhnya untuk menyempurnakan sebuah kemenangan, Mandela justru bersedia bernegosiasi dengan pemimpin pemerintahan minoritas yang telah  berkali-kali mengirim saudara-saudaranya sebangsa untuk ditangkap bahkan dibunuh. Ketika Mandela akhirnya terpilih sebagai presiden, ia tidak menyerukan balas dendam dengan berbagai tindakan diskriminatif seperti yang pernah dialami rakyat Afrika Selatan selama rezim pemerintahan aparteid berkuasa, justru ia menyerukan sebuah gerakan rekonsiliasi nasional. Bagaimana mungkin Mandela bisa mengambil langkah-langkah aneh seperti itu?

Untuk memahami langkah Mandela, kiranya kita perlu berjalan dengan sepatunya menapaki jejak-jejaknya kembali, atau mencoba menilik kepada kedalaman jiwanya. Seorang yang lahir dan dibesarkan diatas perlakuan diskriminatif, diperlakukan dalam ketidakadilan dan kebencian. Menghabiskan tahun-tahun yang keras dan kejam didalam penjara semakin mengokohkan Mandela bahwa tujuan terbesarnya adalah menyelamatkan bangsanya dari perang sipil dan menyatukan kembali seluruh rakyat Afrika Selatan dalam perdamaian. Maka pada hari ketika ia dibebaskan dari penjara, ia mengatakan dihadapan ribuan orang yang menyambut pembebasannya dengan berkata:

"Saya berdiri disini, dihadapan saudara-saudara semua bukan sebagai seorang Nabi tetapi sebagai pelayan yang rendah hati bagi kalian semua rakyat Afrika Selatan. Pengorbanan kalian yang luar biasalah yang telah membuat saya berada disini saat ini. Oleh karenanya saya akan memberikan sisa hidup saya ini, bagi kalian semua."

Selama bertahun-tahun mendekam didalam penjara, Nelson Mandela menunjukkan kepada dunia bahwa kepemimpinannya bukan tentang "aku" yaitu meminta rakyat untuk mengikuti dirinya, tetapi tentang "kita" yaitu rekonsilisasi seluruh rakyat Afrika Selatan dari berbagai golongan, suku, ras, dan agama. Ia melihat peran yang harus diselesaikannya yaitu membawa rakyat yang  terpecah belah dan terdiri dari berbagai latar belakang berbeda untuk bersama-sama menjunjung visi bersama bagi Afrika Selatan yang baru, didasarkan pada nilai-nilai keadilan sosial dan kesempatan yang sama bagi semua orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline