Lihat ke Halaman Asli

Lanjar Wahyudi

TERVERIFIKASI

Pemerhati SDM

Jadilah Seperti yang Kamu Pikirkan

Diperbarui: 12 Februari 2021   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi seorang pemanah yang memfokuskan pikiran dan perhatian pada sasaran (sumber: covesia.com)

Paulo Coelho dalam bukunya berjudul Sang Alkemis mengatakan, "Saat seseorang benar-benar menginginkan sesuatu, segenap alam semesta bersatu untuk membantu orang itu mewujudkannya".

Menginginkan sesuatu adalah sebuah respon yang muncul dari stimulus atau rangsangan yang dilihat, didengar, dan dirasa oleh panca indera. Panca indera mengirimkan sinyal informasi ke otak lalu otak menterjemahkan informasi tersebut sebagai sesuatu yang baik atau buruk, indah atau jelek, menarik atau membosankan dan selanjutnya mengirim balik informasi tersebut ke panca indera dan seluruh tubuh untuk direspon dengan tindakan. Jadi sederhananya adalah terjadi proses melihat, mendengar, merasakan, lalu memikirkan. Proses berpikir yang sedemikian mendalam sama dengan merenungkan, yang melibatkan pertimbangan nilai-nilai hidup dan prinsip yang diyakini.

Pada tahun 2008 saya sangat menginginkan untuk memiliki sebuah mobil, tidak muluk-muluk, mobil tahun 1985 tidak apa-apa, yang penting mesin sehat dan bodinya utuh. Mengapa saya sangat menginginkannya? karena saya ingin melindungi anak bayi dan istri saya dari hujan dan panas ketika bepergian, ketika kondisi sakit dan sebagainya. Melihat mereka berdua tidak tega rasanya jika harus naik motor ke mana-mana, sementara ongkos taksi kala itu masih tergolong mahal. Maka saya mulai mencatat iklan mobil yang dimuat di surat kabar harian, saya ingat persis setiap Rabu dan Sabtu banyak iklan mobil dijual. Saya catat mobil dengan harga penawaran 15 jutaan, mengapa harga itu? ya karena uang saya hanya segitu.

Proses mengumpulkan informasi dari koran dan mencatatnya dalam sebuah buku notes kecil berlangsung lama, mungkin sekitar enam bulan. Saya mulai melihat dan menawar mobil Daihatsu Charade 85, Suzuki Forza 90, Suzuki Katana Long 87, Suzuki Carry 90, dan semua mobil tua yang masih laik. Namun karena dana yang pas-pasan, tentu saja saya tidak bisa mendapat mobil tersebut, sedih rasanya. Akhirnya saya lupakan keinginan memiliki mobil sampai hampir dua tahun berlalu, dan pada akhir 2009 seperti ada yang membangunkan pikiran saya yang lama tertidur untuk menepati keinginan saya itu. Melalui proses yang sama  akhirnya saya bisa membeli  sedan  Mazda Interply  90 yang harganya 30 juta rupiah, lebih mahal dari uang yang saya miliki, bahkan dua kali lipatnya. Ajaib cara Tuhan menolong  karena ada dana 15 jutaan yang datang tanpa kami duga sebelumnya.

Tiga tahun pertama memiliki mobil itu adalah  masa yang menyenangkan sebab tidak ada masalah, tetapi dua tahun terakhir menjadi masalah karena mobil sering rusak, maklum mobil tua. Masalah kaki-kaki, water pump, persneling, sampai dengan turun mesin, banyak sekali dana keluar tiap bulan untuk ongkos perbaikan. Akirnya saya tidak mau lagi pakai mobil itu, mobil saya grounded di garasi dan kami kembali motoran lagi. Saat itu anak pertama saya berusia 5 tahun dan anak kedua masih 8 bulan.

Suatu malam di pertengahan  tahun 2014,  kami berempat  pulang dari rumah teman lama dengan naik motor, mendadak hujan turun dengan sangat lebatnya. Terpaksa kami berteduh di teras sebuah swalayan bersama banyak orang yang sudah ada disana duluan.

Saya ingat betul bagaimana selama hampir dua jam saya menggendong anak pertama yang merasa tidak nyaman dan mulai mengantuk, demikian pula istri juga harus menggendong anak kedua yang mulai rewel. Bahkan ketika hujan mulai reda dan sebagian orang mulai memakai mantolnya untuk melanjutkan perjalanan, kami berempat masih saja di situ menunggu hujan benar-benar berhenti ditemani penjaga malam yang mulai menutup swalayan. Tentu  saya tidak bisa seperti orang-orang itu, anak-anak masih sangat kecil, tidak bisa terkena hujan dan angin malam, bagaimana kalau sakit? Disitu tiba-tiba hati saya merasa trenyuh kembali, sama persis dengan perasaan yang muncul di tahun 2008 ketika saya memandang wajah istri dan anak pertama kami yang masih bayi. Muncul suara dalam hati, "Masa saya tidak sanggup membeli mobil baru agar istri dan anak-anak saya tidak sengsara seperti ini?".

Malam itu saya gusar didalam hati tanpa diketahui oleh istri, dan memang saya tidak ingin dia tahu kegusaran hati saya. Saya  berjanji pada diri saya sendiri, saya harus membeli mobil baru paling lama akhir tahun 2014.  Caranya, mobil lama dijual, berapapun lakunya tidak masalah. Lalu uangnya ditambah dana yang ada dipakai sebagai uang muka. Bagaimana jika uang bulanan berkurang drastis? tidak masalah, hidup hemat sementara waktu. Saat itu tekat saya begitu kuat, ini masalah tanggungjawab dan harga diri seorang Ayah. 

Dan kembali pertolongan ajaib dari Tuhan terjadi, akhir tahun itu tepatnya 24 Desember 2014, di sore hari menjelang malam natal, dealer Suzuki mengantar sebuah mobil baru, Suzuki Ertiga DX warna silver metalik yang bagi kami sudah sangat istimewa.  Ketika mengingat ini, saya disadarkan bahwa ternyata  saya sangat mencintai keluarga saya, apapun yang saya kerjakan adalah untuk kebahagiaan keluarga. Dan di dalam kebahagiaan mereka ada kebanggaan dan kepuasan seorang Ayah, maka mencintai keluarga adalah salah satu nilai kuat yang saya pegang sebagai family father sampai saat ini.  Jangan pernah lupa, selama ada cinta dalam keinginan yang tulus maka benarlah keyakinan ini, "Saat seseorang benar-benar menginginkan sesuatu, segenap alam semesta bersatu untuk membantu orang itu mewujudkannya".

***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline