Lihat ke Halaman Asli

Langit Muda

Daerah Istimewa Yogyakarta

Ketupat Tanpa Selongsong

Diperbarui: 24 Mei 2020   09:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(dokpri)

Lebaran kali ini Mbok Jum tidak mudik. Sebuah keputusan yang disepakati dan didukung anak cucunya di Boyolali.

Kata Mbok Jum, di dusunnya tetap menyelenggarakan sholat Id di sebuah lapangan kecil. Tapi, pesertanya hanya warga sekitar 20 orang saja. Itupun banyak tetangga Mbok Jum yang bekerja di luar kota yang memutuskan tidak mudik. Acara saling berkunjung dari rumah ke rumah di dusun Mbok Jum, kali ini ditiadakan.

Di lingkungan sekitar saya, sepengetahuan saya tidak ada masjid yang menyelenggarakan sholat Id, maupun sholat Id di lapangan. Terutama mesjid menengah dan besar. Entah, apakah mesjid kecil dan musholla ada yang masih mengadakan hanya untuk warga se-RT nya atau se-cluster kompleks misalnya.

Meja ruang tamu yang biasanya berjubel dengan bermacam penganan, kali ini hanya sekedarnya saja. Banyak kerabat sudah mengumumkan tidak mudik. Yang di kota terdekat pun kecil kemungkinan berkunjung apalagi di perjalanan saat ini banyak posko satgas. Lagian kalaupun ada yang berkunjung, juga pakai masker, kan repot kalau mau nyapluk-nyapluk ... Selamat tinggal kaleng biskuit khong guan isi rengginang ...

Ada sebuah nasihat bagus saya baca di sebuah grup WA. Agar lebaran kali ini jika kita tetap hendak berkunjung ke rumah seseorang, disarankan meminta ijin  terlebih dulu. Bila tuan rumah menolak rencana kedatangan kita, hargailah. Karena kondisi setiap keluarga berbeda. Mungkin ada bayi, anak-anak, lansia, dan orang berpenyakit rentan.

Sehingga sebuah rumah memutuskan untuk tidak menerima tamu. Kalaupun sudah terlanjur datang, mungkin bisa cukup saling bicara dibatasi pagar rumah. Tak perlu masuk, apalagi berlama-lama ngobrol. Wajib memakai masker. Dalam situasi sekarang, hal tersebut akan dimaklumi.

Bila diijinkan masuk, diminta cuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer, ikuti. Bila ada balita atau bayi yang nampak menggemaskan, tak perlu colak colek, tak perlu towel towel. Seperti lagu dangdut-nya Ellya Khadam, boleh dilihat, tak boleh dipegang.

Yah, lebaran kali ini sepertinya saya tak akan mendengar kalimat ndakik-ndakik saat pada sungkeman dengan yang lebih sepuh. Lha wong saya hapalnya cuma sampai, "Ngaturaken sugeng riyadi, sedoyo kalepatan nyuwun pangapunten ...." Selebihnya bablas angine .... Pokoknya manthuk-manthuk saja sampai dijawab "Yo podo-podo yo Nduk/Le, wong tuwo yo akeh lupute ..." Maklumlah kami bukan orang njeron beteng ...

Saat H-2 dan H-1 biasanya tukang sayur bersepeda motor membawa selongsong kosong ketupat. Kali ini tiada. Kata tukang sayur di pasar sangat berjubel, tetapi yang jual selongsong ketupat hanya sedikit, dirubung banyak pembeli. Harganya pun melonjak. Dulu  delapan ribu per sepuluh biji. Sekarang dijual lima belas sampai dua puluh ribu. Sehingga tukang sayur membatalkan untuk membeli.

Saya kemudian punya ide, nanti sore pesan gofood saja ke warung-warung semacam penjual kethoprak dan kupat tahu, beli ketupatnya di sana. Ketupatnya sudah matang kan, tak perlu ribet mengisi dan merebus. Merebus ketupat kan perlu waktu lama. Pokoknya kami sudah memutuskan lebaran ini tidak akan ikut berdesakan di pasar dan pusat swalayan.

Tibalah sore hari, saya pilih salah satu warung. Sekitar pukul setengah lima tukang ojek datang. Pesanan kami bawa masuk. Begitu melihat isi pesanan seisi rumah ketawa semua. Ketupatnya ternyata sudah duduk manis di wadah plastik dalam bentuk potongan-potongan kecil tanpa janur pembungkusnya. "Lho, tadi waktu pesan nggak ngasih catatan kalau ketupatnya minta yang masih utuh, ndak usah dipotong-potong ....." Yang terpenting kan ketupatnya bukan selongsongnya, he he ... buat menghibur diri ....

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline