Tak terasa sebentar lagi anak-anak akan kembali belajar. Setelah nyaris dua semester, pasrah dengan pembelajaran jarak jauh. Tak ada teman yang bisa dipinjami pensil. Tak ada guru yang nyata di depan,tak ada kantin yang dikunjungi saat istirahat.
Kalau boleh mengeluh ,anak-anak pasti bakal mengeluh. Satu semester belajar di depan layar ternyata tak bisa terbayar oleh berlibur. Padahal rentang waktu yang disediakan cukup panjang,14 hari.
Rencana jalan-jalan minimal ke mini market terdekat saja harus dicoret karena keadaan kembali tak memungkinkan. Kembali mereka di rumah saja. Saya bisa membaca kebosanan di mata mereka.
Secercah harapan sempat muncul kepermukaan ketika rencana sekolah tatap muka, namun kini tenggelam lagi sepertinya bersama kenyataan kasus covid yang kembali melonjak dan kemungkinan tatap muka katanya ditunda.
Untunglah tas baru belum juga sempat dibeli (wah ini emaknya pelit) . Uang buat beli seragam juga bisa disimpan lagi,bukan apa-apa kalo seragam kan rawan kekecilan karena badan anak masih tumbuh keatas dan kesamping (lagi-lagi alasan emak-emak klasik)
Kalau boleh jujur-jujuran pengennya dah deh mereka kembali ke sekolah.
Apalagi mengingat anak nomor 2 yang masih duduk di kelas 1 SD. Rasanya dada kembali sesak kalau memang belajar kembali lewat pembelajaran jarak jauh. Terbayang semester lalu
Serius , berat kalau mengajar anak kelas 1. Secara bacanya masih terbata-bata. Menulisnya masih harus menunggu mood turun supaya lancar. Beraaaat sekali beban mengajar anak kelas 1 itu.
Meskipun pengajar di sekolah sudah membuatkan materi pembelajaran lewat video,tetap saja bagi anak kelas 1 ,orang tuanya harus turun tangan karena dia belum bisa langsung mengerti dengan apa yang diajarkan.
Sayangnya lagi beberapa guru tak memahami kendala itu,mereka dengan cueknya memberi tugas segambreng.
Padahal untuk level anak kelas 1 tak perlu memaksakan memberi tugaslah,mereka sudah mau mengikuti materi yang dibagikan saja udah bagus.