Anak itu cerminan orang tuanya. Apa yang dilakukan orang tuanya, itu yang dia turuti. Dia penjiplak sejati.
Suatu hari saya mengingatkan anak saya untuk menghentikan bermain gawai. Tak dinyana dia menjawab
"Lah, itu mimi juga lagi main!"
Jleb! Sebuah tamparan keras bagi saya. Tanpa saya sadari, saya memberikan contoh tidak baik pada mereka.
Semenjak saat itu saya coba lebih bijak dalam memegang gawai. Jika sedang bersama mereka saya meminimalisir penggunaan gawai.
Jika terpaksa membalas pesan di media sosial,saya membatasi waktunya.
Anak saya yang cikal memang saya bekali gawai. Alasan yang pertama adalah saya ingin mengajarinya menulis.
Ya berkomunikasi saling kirim pesan itu bisa melatih kemampuannya dalam menulis. Ketika saya sedang tidak di rumah maka dia terbiasa menanyakan kabar, menanyakan posisi dan menanyakan kapan pulang.
Bukan gawai baru yang dipegangnya namun gawai warisan dari saya. Karena masih layak pakai maka gawai itu saya jadikan hadiah atas pencapaian rangking di kelasnya.
Saya memberikan catatan padanya jika semester berikutnya rangking turun,maka gawai saya ambil kembali. Sudah 1 tahun dia pegang gawai dan prestasinya masih stabil
Kemudian saya tidak memberikan uang membeli kuota padanya. Jika dia ingin memberikan penghidupan pada gawainya silahkan menabung sendiri dari uang jajannya. Dengan begitu dia merasakan susahnya memiliki kuota sehingga dia menjaga akan hemat karena kuota tak bisa dibeli ketengan.