"Asyiiik 4 hari lagi puasaaaa!" Teriak para bocah itu girang!
Ya, Ramadan tinggal menghitung hari. Sudah terbayang oleh mereka serunya ngabuburit sambil mengaji di mesjid kemudian ditutup takjil bersama teman-teman.
Masih terbayang riangnya mereka pulang dari mesjid membawa bungkusan snack dari para dermawan.
Setelah pulang untuk makan,nanti menjelang Isya kembali teman datang untuk mengajak taraweh di mesjid.
Dengan bersemangat si cikal menceritakan rencana itu pada saya. Bukan cuma kali ini,tapi jauh-jauh hari setiap kali dia ingat Ramadan maka dia pasti bersemangat. Masih saya ingat Puasa pertamanya 5 tahun lalu . Kelas 1 SD dia sudah tamat sebulan. Karenanya saya membelikan sebuah piala sebagai bukti keberhasilannya puasa tanpa bolong.
Namun setelah bersemangat dengam rencananya ,beberapa saat kemudian dia tercekat dan bertanya pada saya
"Iya kan Mi?" Tanyanya mulai merasa ada yang tak mungkin dengan rencananya. Sudah tahu hanya belum yakin.
Sayapun menggeleng dan mengatakan kalau Ramadan kali ini akan berbeda. Masa tanggap darurat yang sedang kita jalani membuat kita tak mungkin berkumpul ,berdekatan bahkan dalam ibadah sholat tarawih di mesjid.
Kita masih berusaha memutuskan mata rantai covid 19 ini. Dengan data diatas 6000 yang sudah terdampak maka kita masih harus #dirumah saja.
Sulit tentu menjelaskan pada dia bahwa situasi sekarang sedang gawat. Saya menegaskana padanya bahwa Kita tak tahu apakah orang lain yang berada di dekat kita merupakan penderita atau bukan. Lalu dia Sebagai anak-anak , belum tentu bisa diingatkan untuk menjaga jarak.
Meskipun pada akhirnya dia menerima penjelasan saya namun pelan dia mengucapkan aduh sebagai penutup pembicaraan.