Ketika kecil aku pernah kecanduan memanjat. Awalnya kebiasaanku dimulai ketika di halaman rumah pohon jambu tinggi menjulang.
Dari mulai tingginya seatap rumah aku sudah memulai aktifitas memanjat. Hingga lama-lama sudah melebihi atap aku makin lihai memanjat.
Entah karena dahan-dahannya yang mudah dinaiki atau bagaimana,selama aku memanjat pohon aku tak pernah jatuh.
Pohon jambu di depan rumahku itu seperti rumah kedua bagiku. Pulang sekolah kadang makan siang dibawa ke atas pohon. Sore hari sambil baca komik doraemon nongkrong juga di pohon.
Kalau sudah di pohon bisa lupa waktu. Nenek yang mengasuhku sampai bosan berteriak memanggil berulang-ulang.
Setelah ahli naik pohon,aku jadi suka memanjat manjat yang lain. Tembok pemisah rumah tetangga kadang suka dipanjat juga.
Nah,ceritanya aku punya tetangga yang di halaman belakang rumahnya punya pohon jambu batu juga. Kalau tak salah jambu batu jenis bangkok yang besar ituloh.
Bedanya dengan pohon jambu di rumahku adalah pohon jambu tetangga ini tak terlalu tinggi dan sekali berbuah banyaaak sekali. Ini hasil intipan saya dari atap rumah. Jadi kebunnya sejajar dengan dapur Nenek. Sesekali aku iseng mengintipnya.
Sekali tetanggaku pernah membagi buah jambu batunya. Dan setelah dicoba,rasanya manis banget. Ketagihan deh sama jambunya. Berharap si empumya bagi-bagi lagi. Namun yang diharapkan tak kunjung datang kembali.
Suatu ketika saat nongkrong di atap dapur,menatap buah jambu yang terlihat ranum-ranumnya hasratku untuk memakan jambu muncul.
Ah,tiba-tiba timbul ide jahat untuk memetik buah jambu yang ada di dahan yang menjorok ke atap dapur itu. Mau minta tak berani . Pikirku ,halal kali kalau ambil yang itu. Sempat maju mundur antara berani namun takut dosa tapi tetap tergoda.
Namun akhirnya keberanian menguat seiring bayangan kemanisan buah itu.
Akupun pelan-pelan merangkak di atas atap yang terbuat dari asbes.
Duh,kalau melakukan kejahatan rasanya kok susah banget ya,padahal jarak ke dahan berjambu tak telalu jauh namun rasanya setiap rangkakan susah sampainya.
Akhirnya aku mencoba berdiri. Mungkin jika berjalan tuh dahan mudah digapai. Selangkah,dua langkah dilakukan dengan terengah-engah menahan nafas takut terdengar oleh yang punya rumah.
Tepat dilangkah ke tiga sepertinya tiba-tiba.