Shubuh ke dua di cipari. Kembali para pemudik sudah membuka mata sedari pagi. Singkong yang berhasil diambil kemarin, sedang di masak dalam abu panas kayu bakar.
Bocah-bocahpun sudah bangun. Begitu singkong matang ,mereka langsung menikmati. Selagi hangat di hawa dingin cocok. Si bungsu yang baru satu tahunpun menyukai rasanya.
Setelah mentari terlihat,kami bersama kelima bocah mengunjungi kandang domba. Nah loh ngapain?bukan kangen loh ya wahai domba! namun menurut penduduk Cipari,sinyal terkuat ada di kandang domba itu hahahah...eh betulan termyata dibalik bau domba yang menyengat media sosialpun terbuka. Itupun tak stabil melainkan timbul tenggelam.
Sekalian menikmati hangat mentari sekalian berfoto selfie. Meskipun belum mandi dan gosok gigi namun mereka bersemangat bergaya di alam bebas.
Ada yang berubah sebenarnya di sini. Dulu kalau mau ke kamar madi kami harus keluar rumah,sementara kini kamar mandi sudah menjadi bagian dalam rumah. Terkadang anak-anak malah mandi dipancuran.
Kini karena tak ada yang mengurus katanya, pancuran tak bisa lagi digunakan mandi. Tempat berpijaknya dudah rapuh dan tak diganti. Pipa plastikpun sudah menggantikan peran bambu dalam menggelontorkan air.
Tapi dasar anak-anak ,mereka tetap memaksakan mandi meskipun harus sedikit hati-hati karena berpijak pada batu yang ada.
Siang ini kami berencana pulang. Meskipum masih betah namun apa daya wakti mudik telah selesai.
Sedari dzuhur kami sudah beres-beres. Seperti biasa saudara di sini akan membekali kami dengan oleh-oleh yang harus disimpan rapih.
Sementara itu kakak ipar saya yang biasa memelihara burung membawa oleh-oleh sepasang burung hasil membeli dari penduduk setempat, yang saya tak tahu apa nama burungnya,lengkap dengan kodok sebagai makan malam mereka hari ini.
Selain itu,Bapak mertua saya juga kali ini bahagia. Tanah yang tersisa warisan para leluhurnya kini sudah mendapatkan surat sertifikat tanah. Langkah luar biasa pemerintah dalam melengkapi hak milik ini termyata memang nyata bukan hanya isapan jempol saja.