Siang itu ada ketukan di depan pintu. Saya dan Ibu -Bapak mertua sedang menonton televisi menengok ke arah pintu. Terlihat dari kaca dua sosok wanita setengah baya. Mereka adalah Ibu pejabat lingkungan Rukun tetangga (RT) beserta wakilnya. Saya kemudian membukakan pintu untuk mereka.
Tadinya saya pikirkan mereka mau bertemu dengan ibu mertua saja, ternyata saya dan bapak mertua juga diminta duduk bersama mereka.
Mulanya mereka berbasa-basi dulu tentang konsumsi arisan dengan ibu mertua. Nah tak lama mereka mengeluarkan surat suara. Saya coba menerka, hmm, sepertinya mereka akan menyosialisasikan kertas suara. Bagus juga menurut saya, mengingat bapak mertua saya yang sudah mulai tua memang masih mengeluh kebingungan.
Hanya tiga contoh surat suara yang mereka bagikan. Mereka membuka surat suara yang pertama. Surat suara pertama bergambar capres. Nampak ada kolom 01 dan 02. Namanya juga tertera.
Nah, yang mengejutkan ada penekanan suara pada salah satu Paslon. Bukan hanya sekedar menyosialisasikan pencoblosan surat suara tapi memang ada permintaan mencoblos salah satu pasangan.
"Ya Bu ya Pak, yang ini ya? Bener ya, saya mau yakinkan nih biar saya closing!" Ujar salah satu dari mereka. Saya tambah terbelalak dibuatnya. Loh, kok closing? Kayak istilah dagang gitu. Jangan-jangan memang mereka menghitung suara yang mungkin berhasil mereka bujuk.
Kedua mertua saya hanya mengangguk-angguk sambil senyum tipis. Saya tahu arti senyum mereka.
"Nah, tuh bagus ada sosialisasi surat suara, soalnya bapak masih bingung bi, apalagi banyak begitu nama calon dan partainya, kalau pilih presiden mah gampang calonnya cuma dua!" Saya coba mengalihkan perhatian mereka sambil menunjuk-nunjuk kartu suara yang lain.
Pengalihan perhatian saya tak berhasil sepenuhnya. Karena tetap keduanya memastikan kami memilih salah satu Paslon. Saya coba bertanya kertas suara untuk DPD, alasan saya biar bapak mertua tak tertukar. Lagi-lagi surat suaranya mengagetkan. Di surat DPD itu memang ada 70 nomor caleg yang tertera, namun hanya ada satu nomor yang jelas nomor dan fotonya. Dan tentu saja mereka meminta kami memilih itu.
Untuk yang ini saya berani menampik dengan alasan ada teman saya ada yang mengajukan diri menjadi DPD. Kemudian mereka membuka lagi surat suara untuk DPRD.
Ternyata surat suaranya memang bukan asli melainkan hanya untuk contoh saja. Dan surat suara ini tentu saja buatan salah satu partai karena yang hanya ada nomor dan nama-nama partai itu partai tempat kedua ibu ini bernaung.