Kamis, 27 September 2018, saya mengantar buah hati saya untuk manasik haji di Kota Bandung. Saya yang tinggal di Rancaekek Kabupaten Bandung bersama Ibu-ibu lain dan juga tentu saja Ibu guru dari TK sengaja menyewa angkot untuk tiba di tempat manasik haji. Anak-anak TK sekecamatan Rancaekek berkumpul di Bandung.
Selesai acara, waktu masih menunjukkan pukul 11 masih siang dan rasanya sayang jika harus pulang karena angkot tersebut kan dibayar untuk seharian.
Ibu gurupun menawarkan jalan-jalan. Bagaimana katanya kalau kami mencoba naik Bandros di Bandung. Kami yang memang belum pernah mencoba mobil pariwisata yang cukup jadi primadona di Kota Bandung akhirnya mengiyakan ide Bu guru.
Jalanan tak terlalu macet siang itu Jam 12 kami sudah sampai balai kota. Supirpun memarkirkan angkot, dan kami turun untuk mencari Bandros tersebut.
Bukannya mendekati Bandros, anak-anak malah berlarian di taman. Menikmati air mancur di patung Ikan, lalu mencoba lika-liku labirin yang ada di situ. Meski labirinnya singkat, namun anak-anak menyukainya.
Karena kami berada di jam makan siang, maka tak dinyana perut kami semua keroncongan. Maklum kami tak bawa bekal makan siang.
Pandanganpun kami edarkan. Memcari pedagang yang kebetulan mangkal. Mata kami akhirnya terpaut pada tukang cuanki yang seolah mendadahi.
Bergantian menjaga keberadaan putera-puteri kami, semangkok cuankie dengan mie kami pesan.
Entah karena lapar atau memang enak, rasanya lahap sekali kami menikmati cuankie. Persis seperti Ubed dan Dewi di sinetron Preman Pensiun, kamipun begitu menikmati semangkok cuankie seharga 12 ribu itu.
Jadi ya, itu tukang cuankie nongkrongnya tidak di taman balai kota, melainkan di luar balai kota, hanua terpisah oleh sebuah jembatan kecil. Namun jika kami ingin menikmati cuankie, maka kami boleh menikmati di dalam taman, sementara tukang cuankie hanya bertahan di luar saja. Mamang cuankie cukup patuh dan tidak tergoda untuk masuk ke taman untuk menawarkan dagangannya.
Selesai mengisi perut, anak-anak kembali berlarian. Ada ayunan yang bisa mereka naiki, ada perosostan yang mereka jejali, lalu ada juga jungkat-jungkit yang mereka rasai. Mainan yang sebenarnya sudah ada di TK, namun tetap saja mereka suka.