Entah berapa kali saya dan suami melihat kalender di bulan Desember ini. Mungkin tiap pagi karena ingin memastikan ini tanggal berapa.
Sudah nyaris di ujung bulan bahkan di ujung tahun. Sesuatu yang dinanti dari beberapa bulan lalu. Bukan cuma saya yang statusnya istri guru honorer saja, tapi tentunya mereka yang memang guru honorer lebih resah dan gelisah dibanding saya atau Obie Mesakh.
Sebuah penghargaan berupa nominal uang untuk para guru honorer yang sudah melalui proses sertifikasi. Tidak besar sebenarnya hanya 1,5 juta perbulan, yang katanya akan dibayarkan berkala setiap 3 bulan, namun dari nyaris 3 tahun yang diperoleh semuanya selalu telat, telat dan telat.
Telat 1 bulan itu hebat, 2 bulan itu keramat, telat 3 bulan itu berat, dan kini ketelatannya hingga nyaris 6 bulan ! Ini bukan lagi gawat tapi rasanya sudah nyaris kiamat.
Tidak ada penjelasan kenapa. Tidak ada hilal tepatnya turun hari apa. Para guru honorer hanya dapat melakukan bisik-bisik berantai pencairan sudah sampai mana atau SK nomer berapa.
Beberapa waktu lalu saat Bapak presiden mengancam akan mengecek terus masalah pencairan kami seperti mendapat angin segar.
"Tidak ada alasan menunda pencairan, wong data sudah jelas, uangnya sudah ada! "begitu kalimat merdu Bapak Presiden.
Kalau sudah disentil pak presiden begitu pasti besok lusa pencairan segera dilaksanakan.
Demi menguatkan pemeriksaan ,pada hari Jumat tanggal 22 Desember ,berharap pencairan sertifikasi sebagai hadiah hari Ibu, suami sayapun bersemangat memeriksa atm terdekat dengan ditemani anak cikal saya.
Dengan diiringi doa restu dan dua ribu untuk membeli permen seumpama si cikal mendadak minta jajan.
Tak tanggung-tanggung mereka menuju gerai Atm yang jaraknya lebih dari 2 Km dilewati dengan jalan kaki. Judulnya bukan lagi irit tapi pelit.