Lihat ke Halaman Asli

Irma Tri Handayani

Ibunya Lalaki Langit,Miyuni Kembang, dan Satria Wicaksana

Tambang Sebagai Tembang Kehidupan

Diperbarui: 13 November 2016   23:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Suasana temaram museum geologi. Dokumen pribadi"][/caption]

Yang terpikir saat tahu ada nangkring kompasiana di Bandung adalah hanya ingin segera mendaftarkan diri. Tanpa meneneliti apa materi yang mau akan dibahas pada nangkring kali ini. Yang penting bisa berpartisipasi pada sebuah event yang sangat ditunggu -tunggu kehadirannya. Begitu sudah mendapat konfirmasi dari kompasiana bahwasanya saya sudah tercatat sebagai peserta nagkring maka urusanpun dianggap selesai.

Baru ngeh judul nangkringnya tambang untuk kehidupan itu pada H-1 ketika bertanya pada rekan sejawat ofie, kompasianer asal purwakarta tentang keikut sertaannya pada acara ini. Itupun belum menumbuhkan efek dahsyat. Karena judulnya belum dicerna otak.

Ketika memasuki pelataran museum geologi Bandung, barulah pikiran saya bekerja. Museum megah yang sering saya lewati, namun belum pernah saya kunjungi ini memang berkaitan erat dengan masalah kebumian dimana tambang tentu saja masuk di dalamnya.

Nyaris saya memilih balik kanan dan kembali pulang. Ada kekhawatiran materi tentang tambang terlalu berat buat saya. Tanya bahasan tambang terlalu di awang-awang. Cuma orang selevel profesor mungkin yang bisa menguliknya. Sayangnya saat itu saya beriringan dengan ofie kompasianer purwakarta tadi. Rasanya hina sekali kalau tuan rumah tak berani masuk ke kandang milik sendiri. Akhirnya meski tahu dan gelisah sayapun memantapkan hati untuk berada di sana.

Tiba-tiba saya merasa pusing membaca kalimat " tambang untuk kehidupan" untunglah ada sajian snack ringan dan secangkir kopi hangat yang mampu mengurangi kepanikan ini.

Setelah pikiran melumer, sayapun siap menghadapi materi yang akan disampaikan. Tampilan film pendek tentang sejarah berdirinya museum geologi ini beserta kisah haru biru parah pahlawan yang sudah merintisnya dari jaman belanda masih menjajah hingga kemerdekaan membuat saya tercekat dan sempat menitikkan air mata. Sayapun mulai larut dalam suasana museum.

Setelah dibuka oleh Mc cantik mba Puti, lalu percakapanpun di komando oleh mas Nurul. Tiga nara sumber sudah siap berbagi di muka.

Kalau berbicara tentang geologi, maka kita akan membahas migas, geotermal, masalah bencana, konservasi lingkungan dan terakhir pertambangan. Itulah yang disampaikan oleh Ir. Sukmandaru, M.Sc, ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia di awal pembicaraan. Hmm.. Makanya membahas tambangnya di museum geologi biar nyambung begitu pikiran dangkal saya. Standar banget ya? hehehehe...

Yang perlu diketahui dari masalah tambang lanjut pak Sukmandaru adalah bahan tambang sebagai kebutuhan manusia, dan keterdapatannya di bumi.

Baiklah.. Sayapun mulai penasaran dan kembali imennjelasan tambang ini. Jari -jari bumi berjarak 3600 Km. Namun keberadaan barang tambang di kulit bumi sekitar 20 Km sampai 60 Km.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline