Langit sudah mulai menghitam. Adzan magrib sudah lama terdengar. Menjelang isya, dengan sambil masih menggunakan mukena, Nenekku duduk dekat jendela. Dengan ditemani kucing hitamnya dia tampak sedang menunggu seseorang yaitu tukang bajigur.
Aku tersenyum melihat kebiasaannya itu. Kadang aku menemaninya untuk menunggu tukang bajigur langganannya lewat. Siapa yang tak tahu minuman khas parahyangan yang satu itu. Campuran santan dan gula merah berpadu menjadikan enak melewati lidah dan terasa pas dinikmati dicuaca dingin seperti sekarang.
"Nunggu mang bajigur lewat Nek? "Tanyaku sambil duduk disampingnya.
Nenek sedikit terperanjat. Mungkin dia sedikit melamun.
"Enggak! Nenek ga lagi nunggu tukang bajigur! "sanggah Nenek sambil mengusap kucing hitam yang kini duduk dipangkuannya.
Aku mengernyitkan dahi.
"Loh, tumben Nek? biasanya jam segini Nenekkan biasa menyeruput bajigur? "
Memang sudah beberapa hari ini aku tak menemaninya menikmati bajigur. Banyaknya pekerjaan d kantor mengakibatkan aku pulang malam.
"Nenek sebel sama tukang bajigur! "dengan bibir sedikit maju hingga terlihat lucu karena gusinya tak lagi bergigi.
"Kenapa Nek? "selidikku
"Dua hari yang lalu waktu dia lewat nenek belum sempat menyiapkan uang. Mau nyari dulu susah orang lupa naro, " Nenek menghela nafas sebentar sebelum meneruskan ceritanya.