Lihat ke Halaman Asli

Mega Nugraha

Jalan-jalan, mikir, senang

Lingkaran Nagreg, Membelah Gunung Menimbun Tebing

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang akhir tahun ini, satu proyek besar jika telah selesai penyelesaiannya akan dinikmati masyarakat  diantaranya adalah pembangunan jalur lingkar Nagreg yang dibangun sejak tahun 2007 dan menghabiskan anggaran hingga 300 miliar. Bicara soal Nagreg, pikiran kita akan tertuju pada keadaan macet saat musim mudik lebaran. Hal itu seringkali terjadi, puluhan tahun. Bahkan, presiden SBY saat dinas di Bandung pernah merasakan macetnya Nagreg saat hendak pulang ke kampung halamannya. Tidak hanya soal macet saat mudik lebaran atau akhir tahun, sektor perekonomian pun mendapatkan imbasnya. Puluhan jam tersita karena macet di jalur tersebut, hingga dipastikan para pelaku ekonomi mengalami kerugian waktu. Umumnya kemacetan terjadi karena jalan yang menanjak sepanjang kurang lebih 6 Km dari arah Garut menuju Bandung. Tanjakan yang terjal dan panjang diserta tikungan-tikungan menanjak kerap kali membuat kendaraan besar tergopoh-gopoh saat melewatinya. Akibatnya, kemacetan panjang seringkali terjadi. Tapi, fenomena menahun itu kini telah terjawab dengan dibangunnya jalur lingkar Nagreg yang dibuat untuk mengatasi masalah kemacetan akibat jalan tanjakan yang terjal. Proyek itu dibangun pada tahun 2007 saat pemerintahan SBY-Kalla. Di tengah cacian dan makian terhadap SBY, setidaknya pembangunan jalur tersebut menjadi catatan manis tersendiri bagi kepemimpinan SBY, bagaimana tidak, jalur tersebut menjawab permasalahan menahun yang membuat jengah para pengendara yang melintasinya. Kita harus menganggap wajar hal itu. Bagaimanapun juga, setiap rezim pasti menorehkan tinta emas bagi rakyatnya. Layaknya Soeharto dengan program swasembada pangan, Gus Dur dengan kebijakan pluralnya, Habibie dengan torehan pengakuan dan penegasan tentang HAM yang dituangkan dalam UU HAM dan Pengadilan HAM serta Megawati yang melahirkan KPK dan konsep Sistem Jaminan Sosial Nasionalnya. Sejak dibangun pada 2007, lingkar Nagreg ini pertama kali digunakan saat musim mudik lebaran tahun 2010. Warga yang mengalami saat itu tentu merasa senang karena bisa pulang kampung tanpa harus alami kemacetan di Nagreg. Namun kenyataan berkehendak sebaliknya, saat pertama kali digunakan, ternyata kemacetan masih dialami oleh para pemudik. Lingkar Nagreg yang dibuat untuk menegasikan tanjakan Nagreg lama justru kondisinya masih sama persis dengan tanjakan Nagreg, malah lebih parah. Lingkar Nagreg saat itu masih memiliki tanjakan yang sangat terjal, sebanding dengan tanjakan Nagreg lama. Otomatis, kemacetan karena kendaraan berat yang tergopoh-gopoh saat melewati tanjakan lingkar Nagreg tidfak terhindarkan lagi. Tidak tanggung-tanggung, tanjakannya saat itu mencapai 18 persen. Melihat kenyataan itu, sejumlah kalangan menilai bahwa proyek itu ialah proyek mubazir. Cacian dan makian pun tertuju pada SBY. Pintu masuk dan keluar Jalur lingkar Nagreg itu  berada di dekat pintu kereta api Nagreg yang bersebelahan dengan Polsek Nagreg, juga berada di wilayah Ciaro dekat jalan Cagak menuju Tasik dan Garut. Melihat kenyataan yang dialami saat mudik 2010 lalu, pemerintah kemudian membuat skema penurunan tanjakan lingkar Nagreg yang semula 18 persen menjadi 10 persen. Hal itu dilakukan dengan cara menggali tebing hingga kedalaman 50 meter dengan alat berat yang dinamakan Giant Breaker dengan skema penggalian miring dari sisi kiri dan kanan. Selain itu, dilakukan juga penggalian dengan skema lurus ke bawah sedalam 10 meter. Dari penggalian mencapai kurang lebih 60 meter tersebut, galian membentuk jalan membelah gunung yang di kiri dan kanan terdapat dinding tebing setinggi 60 meter. Dari 60 meter itu,  10 meter dinding kiri dan kanannya dipasang balok beton yang di pasang berderetan. Hal itu dilakukan untuk mencegah pelapukan batu dari dinding  akibat cuaca, khususnya hujaan. Batuan yang terdapat di dinding tersebut diperkirakan terbuat dari erupsi gunung yang menyemburkan abu vulkanik kemudian mengendap selama jutaan tahun dan akhirnya mengeras. Dengan begitu, saat pengendara melintasi jalan tersebut bisa terhindar dari bahaya longsor. Jalan membelah gunung itu di bagian atasnya kemudian dipasang balok tapi tidak berderetan, melainkan  adanya jarak 2 meter antara tiap balok. Hingga kemudian, masyarakat menyebutnya terowongan lingkar Nagreg karena bentuknya menyerupai terowongan. Tahun lalu, saat pengendara melewati jalur ini, para pengendara berada di atas ketinggian 10 meter tersebut, sekarang, jalan tersebut sudah digali sedalam 10 meter. Hal tersebut adalah salah satu yang membuat proyek ini terbilang istimewa. Bagaimana tidak, bukit dengan batu cadas dibelah hingga menyisakan jalan sepanjang 400 meter dengan lebar 13 meter. Hal istimewa lainnya yaitu, penimbunan jalan yang berada di lembah curam setinggi 42 meter. Saat mudik lebaran tahun lalu, disinilah tempat terjadi kemacetan karena tanjakan yang terjal. Saat itu, pengendara yang melintas jalan ini menyebutnya tanjakan HP, karena banyaknya pengendara yang berhenti sekedar untuk berfoto dengan kamera handphone. Untuk menghindari hal tersebut, pelaksana proyek menimbun jalan yang berada di lembah curam tersebut dengan tanah kurang lebih 800 meter kubik. Dengan begitu, tanjakan yang terjal menjadi lebih ringan untuk dilalui. Hampir dipastikan, kemacetan akibat terjal tidak akan terlalu parah di jalur ini. Adapun tanjakan 10 persen tersebut berada di titik STA 2+300, STA 2+600 dan STA 4+100. Mungkin deksripsi saya belum bisa memenuhi detail teknis, harap maklum, saya bukan seorang ahli teknik sipil yang bisa menjelaskan secara detail. Tapi setidaknya, obrolan dengan beberapa petugas disana menjadi referensi tulisan ini. Lingkar Nagreg memang istimewa, saking istimewanya, saat pertama dibangun, seringkali ahli teknik sipil dari beberapa negara seperti Jepang, Koreaa dan Australi berkunjung untuk keperluan studi banding. Setidaknya hal itu membuat para petugas merasa bangga. Seorang petugas yang saya kenal, bernama pak Engkan mengatakan bahwa dia bangga bahwa Jawa Barat memiliki lingkar Nagreg. Tidak hanya pak Engkan, seorang pekerja proyek asal Semarang, Rawinda, mengatakan bahwa ia merasa terharu bisa terlibat dalam proyek yang bersejarah. Selain itu, dia juga merasa bangga bisa membantu masyarakat khususnya warga Jabar untuk menanggulangi kemacetan yang seringkali terjadi saat musim mudik lebaran. Sekarang, lebaran hampir tiba, itu tandanya, musim mudik juga segera melanda. Mudah-mudahan para pemudik bisa menikmati perjalanan mudik tanpa harus mengalami macet panjang. Selamat menikmati pemandangan eksotis sepanjang perjalanan lingkar Nagreg.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline