Ketika kuliah kerja nyata lalu, kampus menempatkan saya dan beberapa teman di salah satu desa di lereng Bukit Menoreh untuk mengabdi. Lumayan jauh dari peradaban, meski tidak sejauh perjalanan saya melintas di hutan Kalimantan. Musti naik turun gunung, melewati lembah, sungai mengalir indah ke samudera. Lho?! Tidak kok, tidak sampai ke samudera. He he! Untuk orang awam, dengan kecepatan standar 50-60 km/jam butuh waktu sekitar satu jam limabelas menit untuk tiba di tujuan jika dari kota Yogyakarta. Jika sudah terbiasa dengan medan, saya kira hanya butuh waktu paling sedikit 45 menit. Selanjutnya, desa apakah yang saya maksud? Jatimulyo Desa Jatimulyo termasuk dalam wilayah kecamatan Girimulyo, kabupaten Kulon Progo. Topografi wilayahnya adalah dataran tinggi dengan ketinggian 750 m dpl – 800 m dpl, curah hujan 1000mm pertahun dan suhu 29 – 32 derajat Celcius. Luas desa 1629,0605 ha dengan batas wilayahsebagai berikut. Desa Purwosari kecamatan Girimulyo (utara), Desa Sidomulyo kecamatan Pengasih (selatan), Desa Donorejo kecamatan Kaligesing (barat), dan Desa Giripurwo kecamatan Girimulyo (timur). Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan adalah 10 km, 15 km dari ibukota kabupaten daerah tingkat II, dan 38 km dari ibukota propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah desa Jatimulyo terbagi dalam 13 pedukuhan dengan mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani ladang dan penyadap gula kelapa. Sedangkan struktur administrasi desa yang ada terdiri dari kepala desa, sekretaris, kepala urusan bidang dan kepala dusun. Daerah ini menyimpan semua potensi yang dimiliki Indonesia seperti yang digambarkan pada buku-buku Pendidikan Pancasila, Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Sejarah, Sosiologi, Geografi, Buku Musik Lagu Wajib dan Nasional, serta buku Biologi. Dimana buku-buku tersebut menceritakan sebuah negeri yang kaya dan makmur. Desa-desa yang permai, tanah yang subur dengan segala sumberdaya yang ada, ditambah lagi penduduk yang ramahtamah serta giat bekerja. Lantas, apa saja yang menarik dari desa Jatimulyo? Sebuah konsep tentang pariwisata pedesaan telah diterapkan di desa Jatimulyo ini. Banyak sekali hal yang dapat ditawarkan. Mulai dari agrowisata, outbond, birdwatching, interaksi sosial budaya, bahkan wisata minat khusus seperti penyusuran goa dan pendakian. Agrowisata Untuk agrowisata, daerah ini memiliki andalan yaitu kakao, kopi, cengkeh, dan salak. Masih ditambah dengan peternakan kambing ettawa yang menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat. [caption id="attachment_50390" align="aligncenter" width="300" caption="potensi agro di jatimulyo (foto: Bekti, Agung)"][/caption] [caption id="attachment_50395" align="aligncenter" width="300" caption="ternak PE di salah satu sudut rumah warga (foto: Bekti)"][/caption] Budaya: Goa Kiskendo, Goa Sumitro [caption id="attachment_50373" align="aligncenter" width="300" caption="Gua Kiskendo, Relief, dan Lansekap (foto: Bekti)"][/caption] Kisah mengenai Gua Kiskendo dapat dilihat di sini atau di sini. [caption id="attachment_50381" align="aligncenter" width="300" caption="Gua Sumitro (foto: Bekti) "][/caption] Alam Alam pegunungan dan hutan yang masih asri di desa Jatimulyo sangat cocok untuk kegiatan outbond dan birdwatching mengingat daerah ini sangat kaya dengan satwa liar terutama burung. [caption id="attachment_50407" align="aligncenter" width="280" caption="binatang liar (foto: Bekti)"][/caption] [caption id="attachment_50659" align="aligncenter" width="270" caption="grojogan sewu (foto: Bekti)"][/caption] Kuliner Jika jalan-jalan ke desa Jatimulyo, jangan lupa untuk menyicipi geblek dan dawet sambal. Geblek adalah jajanan khas Kulon Progo, yang terbuat dari sari pati ketela tanah. Sedangkan untuk dawet sambal hampir serupa dengan dawet pada umumnya. Namun pada dawet yang ini ditambahkan dengan sambal kacang sedikit pedas. Jadi rasanya gimanaaa gitu. Dan dawet sambal inilah yang menurut saya kuliner yang paling khas di Jatimulyo. He he! Untuk dokumentasi, berhubung saya belum menemukan dimana koleksi saya, menyusul ya! Insyaa Allah... Tapi kalau udah bisa mbayangin, ya nggak papa. Duh, sebenarnya masih banyak kisah yang bisa saya ceritakan, masih banyak foto eksotis mengenai keindahan desa ini. Hanya saja, berhubung saya sudah ngantuk berat, kayaknya mesti berakhir di sini. Oke, dagh! [caption id="attachment_50661" align="aligncenter" width="300" caption="merapi view (koleksi pribadi)"][/caption] [Dok: Juli-Agustus 2008]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H