Lihat ke Halaman Asli

Surat bantahan putra Syaikh Yusuf Qordhowi terhadap ayahnya

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penggulingan presiden Mesir Mohammad Morsi oleh kelompok oposisi dan rakyat mesir melalui militer hingga kini masih menimbulkan pro dan kontra. Sebagian kalangan mendukung langkah yang di ambil oleh militer yang merupakan kepanjangan tangan dari rakyat mesir ini, dalam barisan ini termasuk diantaranya adalah para ulama Al Azhar sebagaimana bisa anda simak di sini http://www.mosleminfo.com/index.php/berita/setahun-memimpin-mesir-ikhwanul-muslimin-dimakzulkan/, Namun sebagian yang lain mengecam kudeta yang dilakukan oleh militer tersebut dan menganggap sebagai sesuatu yang inkonstitusional, dan yang masuk dalam barisan ini tentunya kalangan Islamiyyin dengan Ikhwanul Muslimin dan Salafi nya. Bahkan tak tanggung-tanggung ulama sekaliber Dr Yusuf Qordhowi yang merupakan ketua persatuan  Ulama Islam internasional dan juga salah satu tokoh Ikhwanul Muslimin ini baru-baru ini mengeluarkan fatwa wajibnya mendukung legitimasi presiden Mesir Mohammad Morsi yang di jungkalkan oleh rakyatnya sendiri melalui tangan militer.

Namun menariknya adalah bahwa fatwa dari Dr Yusuf Qordhowi justru di tentang sendiri oleh putranya yang bernama Abdurrohman Yusuf Al Qordhowi dengan mengirimkan sepucuk surat bantahan terhadap ayahnya.
berikut adalah kutipan surat bantahan dari Abdurrohman Yusuf terhadap ayahnya yang di muat di harian Youm7 :

yah saya yang terhormat, Syekh al-Allamah Yusuf al-Qardhawi…

Saya mengenal Anda sebagai seorang ulama yang mulia, ahli fikih, dan ahli berbagai ilmu pengetahuan. Anda mengetahui rahasia-rahasia dan tujuan-tujuan dalam syariat Islam, serta banyak mengetahui tentang turats Islam. Kami sekarang di masa yang sangat menentukan dalam sejarah Mesir. Mesir yang Anda cintai dan banggakan. Bahkan Anda memberikan sebuah judul “Anak desa dan sekolahan” pada buku memorial Anda. Sekarang ini saya ingin menyampaikan sesuatu kepada Anda. Saya adalah anak yang dilahirkan di desa, dan terdidik di sekolahan.

Ayah yang saya hormati. Status saya adalah murid Anda sebelum anak Anda. Menurut saya dan banyak orang dari kalangan murid Anda bahwa kondisi Mesir saat ini yang sangat rumit, adalah kondisi yang baru dan jauh berbeda dari masa generasi Anda. Generasi Anda adalah generasi yang tidak mengenal yang namanya revolusi rakyat yang sesungguhnya. Generasi Anda juga tidak dekat dengan keinginan rakyat dan cara berpikir para pemuda yang melampaui batas. Boleh jadi hal ini adalah sebab utama fatwa Anda yang isinya belum pernah saya pelajari dari Anda.

Ayah, Anda kemarin telah mengeluarkan fatwa untuk mendukung Presiden Muhammad Morsi. Di dalam teks fatwa tersebut berisi:

“….sesungguhnya rakyat Mesir telah hidup selama 30 tahun –jika tidak ingin dikatakan 60 tahun—tidak pernah memiliki kesempatan untuk memilih presiden sesuai keinginan mereka sendiri, hingga akhirnya Allah memberi mereka karunia untuk pertama kalinya seorang presiden sesuai pilihan mereka sendiri dan murni sesuai keinginan mereka, yaitu Presiden Muhammad Morsi. Mereka telah bersumpah dan berjanji untuk senantiasa menaatinya, baik dalam kondisi sulit maupun mudah, dan baik dalam perkara yang mereka sukai maupun yang tidak mereka sukai. Semua pihak juga setuju, baik dari kalangan sipil maupun militer, serta pemerintah maupun rakyat, diantaranya adalah Letnah Jenderal Abdul Fattah al-Sisi, Menteri Pertahanan. Dia (al-Sisi) telah bersumpah di depan mata kita semua untuk senantiasa taat dan patuh kepada Presiden Morsi. Dia senantiasa taat dan patuh, hingga kita semua melihatnya berubah secara tiba-tiba, dan menjadikan dirinya yang semula hanya seorang menteri, menjadi seorang yang memiliki kendali kekuasaan, sehingga dia mengkudeta presiden yang konstitusional. Dia telah melanggar janji setianya kepada presiden Morsi, dan bergabung kepada sebagian rakyat untuk menentang sebagian rakyat yang lain, dengan mengklaim bahwa dirinya bersama kalangan mayoritas…..”

Ayahku, sesungguhnya membanding-bandingkan Morsi dengan Mubarak itu tidak tepat. Ini adalah pendapat generasi kami, yang mungkin tidak diketahui oleh generasi sebelum kami.

Ayahku, generasi kami tidak akan kuat hidup di bawah tekanan kediktatoran selama 60 atau 30 tahun sebagaimana yang Anda katakan. Yang kuat itu adalah generasi Anda dengan mengatasnamakan kesabaran. Kami adalah generasi yang sudah banyak belajar untuk tidak membiarkan benih kediktatoran tetap berada di muka bumi ini. Kami memutuskan untuk mencabutnya sejak tahun pertama, sebelum kediktatoran itu tumbuh berkembang. Itu adalah pohon menjijikkan yang harus dibuang dari muka bumi.

Seandainya Morsi hanya melakukan satu persen kesalahan dari apa yang dilakukan oleh para presiden sebelumnya, maka kami tidak akan tinggal diam. Ini adalah hak kami. Kami tidak akan jatuh pada perangkap komparasi dengan kondisi 60 tahun yang lalu. Karena jika kami terjerumus ke dalam perangkap ini, maka kami tidak akan pernah bisa keluar selamanya.

Saya telah belajar dari Anda, bahwa kaum muslimin itu sesuai dengan syarat-syarat yang mereka sepakati. Bukankah Anda mengatakan: “Jika seorang pemimpin berjanji akan mundur dari jabatan sesuai pendapat mayoritas, dan diambil janji setia (baiat) berdasarkan prinsip ini, maka secara syariat dia harus komitmen dengan syarat tersebut. Setelah berkuasa, dia tidak boleh mengingkari janji ini, dan menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bukan institusi yang mengikat. Dia bisa berpendapat apa pun, namun jika dia dipilih oleh rakyat berdasarkan sebuah syarat tertentu, maka dia harus menjalankannya dan tidak boleh melanggarnya. Kaum muslimin itu sesuai dengan syarat-syarat yang telah mereka sepakati. Menepati janji hukumnya wajib, dan itu termasuk akhlak kaum muslimin. Dari prinsip ini, kami berpendapat bahwa sekelompok manusia meskipun mereka berbeda pendapat terkait status keharusan menepati pendapat MPR, mereka dapat memaksa presiden untuk menepati pendapat MPR, jika mereka menuliskan syarat tersebut dalam pemilihan dan janji setianya. Dan dia harus mengambil suara mayoritas, baik secara mutlak maupun dengan beberapa syarat. Dengan demikian, perselisihan akan teratasi.” (as-Siyasah asy-Syar’iyyah fi Dhau’ Nushush asy-Syar’iyyah wa Maqaashidiha, hlm, 116, cet.Maktabah Wahbah).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline