Lihat ke Halaman Asli

Media Grup Tak Jera

Diperbarui: 25 Juni 2015   09:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus bedol desa wartawan Media Indonesia, sekitar 30 orang dan disusul karyawan lain di bidang non redaksi, sepertinya tak membuat jera Media Grup yang dikomandoi Surya Paloh. Pemicu bedol desa wartawan Media Indonesia itu bermula dari manipulasi setoran gaji karyawan ke Jamsostek.

Aturan Jamsostek jelas. Setiap karyawan tetap didaftarkan ke jamsostek dengan 2% dipotong dari gaji karyawan dan 3.7% dari perusahaan. Tapi fakta yang ada, perusahaan Media Indonesia memanipulasi gaji karyawan. Ambil contoh saja, jika ada karyawan yang bergaji Rp4 juta per bulan, didaftarkan ke Jamsostek hanya Rp1,5 juta. Situasi ini berjalan sejak tahun 1995-2005.

Penggajian pun tak fair dilakukan perusahaan Media Indonesia. Akhir 2006, pihak manajemen mengeluarkan statemen, bahwa tak ada kenaikan gaji tapi setelah ditelusuri gaji pemimpin redaksi membengkak sampai Rp40 juta lebih. Informasi ini terus memicu konflik di jajaran redaksi. Dan Saur amat jarang tak masuk ke ruang redaksi.

Hal lain, posisi dan penempatan reporter dan redaktur berdasarkan like  dan unlike. Beberapa posisi strategis dikuasai orang yang seiman dan segama dengan pemimpin redaksi dan jajaran elit lain. Persoalan ini bukan rahasia lagi.

Saya tahu persis bagaimana elit 'memainkan' berita karena saya pernah jadi salah satu penulis editorial Media Indonesia. Jadi tak heran jika kasus Luviana, asisten produser Metro TV dinonjobkan dari redaksi ke HRD karena menuntut banyak hak dia sebagai jurnalis. Media Grup sepertinya tak jera-jera juga.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline