Lihat ke Halaman Asli

Lanang Irawan

Senang membaca dan berbagi tulisan.

Peranjingan Antara Kau dan Aku

Diperbarui: 18 Juli 2020   23:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Magrib sudah berlalu, awan-awan jingga di barat perlahan lesap ditelan gelap. Namun, anak lelaki itu tidak peduli, ia masih terlepa di atas rumput taman, dengan lampu-lampu yang tak satu pun menyala.

Dengan keremangan sisa senja, terlihat ia mendekap kertas bertuliskan delapan baris kata-kata. Muka dan kertasnya sama kusam, tercampur tanah taman yang siang tadi diguyur hujan.

Lelaki itu masih sangat muda, rahang yang tegas menjadi bagian paling menarik dari semua tekstur wajahnya yang biasa. Raut mukanya menunjukkan sifat ulet dan teliti, cenderung idealis, tapi juga penuh empati.

Lalu, perkara pemuda itu tetap terbaring di tanah basah meski hari telah gelap, karena ia mau saja. Lagi pula ia terbiasa di ruang tanpa cahaya. Bahkan  kamarnya di rumah dibiarkan gelap seperti goa.

"Gelap sudah menjadi saudaraku sejak dalam rahim. Lagipula tidak ada yang mampu menyalakan cahaya untuk diriku, kecuali mata sendiri yang harus terbuka." Ia selalu berkilah demikian, ketika orang lain bertanya kenapa kamarnya selalu tanpa penerang.

"Anjing!" Namun, sekonyong-konyong pemuda yang terlalu santai itu berjingkat. Seekor anjing entah datang kapan dan sekarang menggigit sambil menarik-narik celananya.

"Anjing! Kau kira aku bangkai? Ah dasar Anjing!" Tangannya terangkat lalu diayunkan sekuat tenaga. Akan tetapi, tangan itu cuma sampai di udara. Perasaan tega sangat cepat menyusupi hatinya.

"Ah! Aku ingat, kau si Jek anjing tetangga, kan? Kau menyuruhku pulang?"

Mana bisa makhluk itu menjawab kecuali menggonggong. Hewan itu tetap menggigitnya dan terus menarik mundur, seperti bocah kecil merajuk ibunya saat ingin sesuatu. Membuat anak lelaki tersebut penasaran dan pilih menurut, berjalan dituntun anjing. Ia sampai tertawa atas kejadian yang menimpa sekarang, dalam pikirannya terpantik ide membuat sajak berjudul: Seanjing Keanjingan.

Kening beralis tebal itu mengerut ketika hewan peliharaan tetangga tersebut membawanya ke tempat pembuangan sampah. Dan kerutannya semakin dalam saat di tempat yang dituju teronggok tubuh binatang dengan bulu putih tebal.

"Eh, Jek, kau membawaku ke sini untuk menolong temanmu?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline