Lihat ke Halaman Asli

Ruth Lana Monika

Menulis untuk menjadi pengantar pesan Semesta

Memeluk Perasaan, Meluruh bersama Karya

Diperbarui: 29 Mei 2021   06:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://amp.tirto.id/

Rasa yang kau rasakan tak selamanya benar, terkadang rasa bisa menyesatkan menjadi kabut jelaga di mata. Rasa yang tercampur dengan emosi mengaburkan kebenaran. Membunuh logika dan hanya mengandalkan pemahaman sebelah mata. 

Seringkali rasa membuatmu tawar hati. Tak bergeming akan sinar yang menghangatkan. Kau bahkan membuang rasa-rasa yang kau anggap tak layak, rasa yang kau nilai tak nyaman, berbahaya, atau kelihatannya tak menguntungkan.

Padahal rasa itu bagian dari dirimu yang sedang menyuarakan pesan penting bagimu. 

Seringkali, rasa sedihmu adalah sinyal dari dirimu yang terdalam untuk memberitahumu bahwa ada hal yang kau anggap berharga yang telah hilang. Kadang kala, amarahmu adalah sinyal dari dirimu yang terdalam untuk menunjukkan padamu prinsip apa yang terlanggar. 

Sesekali, kesakitanmu adalah  sinyal dari dirimu yang terdalam untuk menunjukkan kepadamu bahwa dirimu berharga. Bahkan, bisa juga rasa tertekanmu adalah sinyal dari dirimu yang terdalam untuk menunjukkan kepadamu bahwa ini saat-saat krusial untuk kau bertindak.

Perasaan (feeling) mempunyai dua arti berdasarkan tinjauan fisiologis dan psikologis; ditinjau secara fisiologis, perasaan berarti pengindraan, sehingga merupakan salah satu fungsi tubuh untuk mengadakan kontak dengan dunia luar. Dalam arti psikologis, perasaan mempunyai fungsi menilai, yaitu menilai suatu hal. (Alex Sobur dalam buku Psikologi Umum, 2009)

Maka janganlah kau buru-buru melabelkan rasa. Selamilah lebih dalam lagi tentang makna tersirat oleh rasa yang mengapung. Singkap pesan tersembunyi yang membalutnya. Karena perasaan manusia itu sangat kompleks. 

Berpelukanlah dengan perasaan itu dan cobalah mendengarkan pesan apa yang ingin ia sampaikan, daripada kau mencoba untuk mengakali dan menghapus perasaanmu.

Karena kau sebenarnya tak benar-benar ingin menyingkirkannya. Kau hanya tak terbiasa memeluk sehingga kau tak tahu bagaimana harus bersikap dan menyesuaikan diri.

Seperti kucing kehujanan yang kau temukan di jalan, dia nampak galak untuk didekati namun perasaannya merindukan pelukan. Namun, semakin hari semakin kau mampu memeluknya. Seperti ketika kau terjatuh dari sepeda, kau tahu harus bergegas mengobati lukamu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline