Lihat ke Halaman Asli

Lambang Wiji Imantoro

Amor fati fatum brutum

Memahami Mengapa Orang Melakukan Bunuh Diri

Diperbarui: 13 Desember 2022   16:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernahkah kita membayangkan ada mahluk hidup selain manusia yang melakukan tindak bunuh diri? atau bertanya-tanya apakah rasa putus asa hanya dimilki oleh manusia saja?

Kasus bunuh diri terus mengalami tren peningkatan ditiap tahunnya. Data dari WHO menunjukan selama tahun 2020 di Indonesia tercatat sebesar 3,5 per 100.000 populasi. Artinya 3,5 orang melakukan tindak bunuh diri dari setiap 100.000 penduduk Indonesia.

Ada beragam perspektif untuk menjelaskan mengapa fenomena bunuh diri terus bermunculan. Tak pandang gender tak kenal status sosial, bunuh diri seolah berpotensi dilakukan oleh siapapun.

Apa yang melatar belakangi tindakan bunuh diri? 

Dari kalangan filusuf sejak era Plato, Arthur Schopenhauer, hingga Albert Camus, tak ketinggalan sosiolog seperti Emile Durkheim, hingga psikolog seperti Sigmund Freud turut membedah fenomena ini.

Emile Durkheim seorang sosiolog yang menghabiskan hidupnya berkeliling dunia dan mempelajari fenomena ini menyimpulkan, jika kegagalan relasi seorang terhadap lingkungan sosial menjadi akibat dari tindakan bunuh diri.

Lain hal dengan Frued, menurutnya setiap manusia memiliki hasrat untuk bunuh diri. Walau demikian menurutnya hasrat ini dapat diredam dalam kondisi normal. Namun saat depresi, manusia akan cenderung melakukan bunuh diri yang merupakan bentuk kemarahan terhadap dirinya sendiri.

Pendekatan Arthur Schopenhauer mungkin dapat menjadi alternatif jawaban. Dalam pendekatan filsafatnya sang filsuf kelahiran Jerman (1788-1860), menyimpulkan jika “kehendak” menjadi penyebab dari segala bentuk penderitaan yang dapat memicu tindakan bunuh diri.

Schopenhauer beranggapan jika dunia ini digerakkan oleh kehendak, dari kehendak yang sederhana seperti ingin dicintai hingga ke hal yang kompleks seperti kehendak untuk hidup dan mendapatkan pengakuan. Melalui kehendak manusia cenderung akan menjumpai sejumlah permasalahan. Masalah tersebut dipicu oleh keinginan manusia yang tak kenal batas saat dirinya bersentuhan dengan “kehendak”. Sudah jadi hukum alam jika semakin terpenuhinya kehendak, manusia akan terus memproduksi kehendak baru yang lebih banyak, massif, dan cenderung distruktif.

Berkenalan Dengan Kekecewaan.

Pertanyaannya apa yang terjadi saat manusia gagal menunaikan kehendaknya? Konsekuensi paling ringan ialah rasa kecewa namun yang terberat akan berujung pada penderitaan dan depresi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline