UMKM Indonesia atau Akumindo, Ikhsan Ingratubun melihat tren pasar berubah di masa pandemi Covid-19. Saat ini, konsumen lebih senang membeli produk-produk bekas. Menurutnya, baju bekas kini lebih laris manis dibandingkan dengan baju baru karena konsumen lebih menghemat pengeluarannya di masa pandemi.
Mari kita lihat tren, tren sekarang, orang tak lagi berbelanja baju baru. Ada istilah, membeli baju bekas, nah beli orang beli ke senen, itu tren, itu yang menyebabkan saat ini di mal besar-besar, atau merek yang besar, melakukan hal yang sama, ujar Ikhsan dalam Webinar Agen 46 Ujung Tombak Inklusi Keuangan.
Selain baju bekas, Ikhsan juga melihat konsumen senang membeli tanaman hias. Hal ini karena efek kebijakan pemerintah yang manganjurkan masyarakat di rumah. Tanaman hias jadi tren, kita engga nyangka bisnis tanaman hias, semuanya rata-rata dijual melalui online, ucapnya. para pelaku UMKM bisa mengikuti tren yang diinginkan pasar jika ingin bertahan di masa pandemi Covid-19.
Momen ini harus dimanfaatkan pelaku UMKM untuk menjual segala macam yang dinginkan pasar dan juga harus bertransformasi digital dengan menjual secara online. Jual produk yang sesuai kebutuhan dan ini harus dilakukan UMKM pada saat pandemi Covid-19 yang belum diketahui berakhir kapan," jelas Ikhsan. Kemudian, UMKM juga harus bertransformasi dalam hal model bisnis yaitu tidak hanya memperdagangkan barang melainkan juga jasa. Misalnya, pedagang toko kelontong yang juga bisa sebagai agen bank, yang bisa melayani transksi perbankan.
Sektor fashion adalah salah satu sektor yang terkena dampak paling buruk akibat adanya pandemi. Begitu juga yang dirasakan oleh Anggi, pemilik toko Grosir Baju Keisha asal Lombok. Biasanya, omzet utama UMKM yang menjual produk pakaian remaja tersebut utamanya berasal dari toko offline dan online yang dimilikinya. Namun penjualan menurun drastis semenjak imbauan PSBB diberlakukan dan mengakibatkan penumpukan stok yang menyebabkan kerugian tinggi.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan penurunan daya beli masyarakat membuat stok busana muslim dari industri kecil menengah menjadi menumpuk. Para pelaku usaha busana muslim mengaku angka penjualannya menurun hingga 90 persen. Padahal biasanya bulan Ramadan merupakan musim panen bagi pelaku industri busana muslim
Sejak Pandemi COVID-19 melanda termasuk di Kota Mataram, hampir semua sektor terdampak, salah satunya yang merasakan dampaknya pedagang pakaian. Penurunan penjualan atau omzet dirasakan pedagang pakaian di sejumlah pasar di Kota Mataram
Tidak hanya penurunan pembeli, namun juga mereka kesulitan untuk mendapatkan kiriman pasokan dari Jakarta. Hana, Pedagang di Pasar Kota Mataram mengungkapkan bahwa selama Pandemi COVID-19 di Jakarta termasuk Lombok, penjualannya turun drastis. Padahal saat ini bulan Ramadhan, biasanya penjualan meningkat untuk kebutuhan lebaran. "Jauh (penjualan) turun," ujarnya dibincangi,
Selain itu, sambungnya, mereka para pedagang pakaian juga hanya menjual stok yang ada, karena tidak lagi mendapatkan pasokan dari Jakarta. Bahkan beberapa kios terlihat tertutup. "Kan lockdown (PSBB) jadi tutup Tanah Abang, cuma dapat (kiriman) dua karung selama Corona. Jadi jual yang ada saja," keluhnya.
Akibat dari kondisi ini, ia harus merumahkan pekerja yang biasa membantunya. Terpaksa karena kita butuh operasional, jadi dikerjakan sendiri, katanya berharap terjadi peningkatan sepekan terakhir Ramadhan .
Hal yang sama disampaikan Mama, pedagang pakaian perempuan di Pasar. Apalagi kalau jadi PSBB di Palembang, kacau, ungkapnya.