Pendahuluan
Georg Wilhelm Friedrich Hegel
Georg Wilhelm Friedrich Hegel, seorang filsuf idealis dari Jerman, lahir di Stuttgart, Wurttemberg. Hegel memiliki pengaruh yang sangat luas terhadap banyak penulis dari berbagai latar belakang. Di antara para pengagumnya termasuk F. H. Bradley, Sartre, Hans Kung, Bruno Bauer, Max Stirner, Karl Marx, sementara para penentangnya mencakup Kierkegaard, Schopenhauer, Nietzsche, Heidegger, dan Schelling. Hegel dikenal sebagai yang pertama memperkenalkan ide bahwa sejarah dan hal-hal konkret memiliki peran penting dalam filsafat, memungkinkan pemikiran untuk keluar dari permasalahan-permasalahan abadi dalam philosophia perennis. Selain itu, dia juga menekankan pentingnya peran 'yang lain' dalam proses mencapai kesadaran diri.
Lahir di Stuttgart pada 27 Agustus 1770, Hegel adalah anak yang rajin membaca berbagai jenis literatur, surat kabar, esai filsafat, dan tulisan-tulisan lainnya. Minat bacanya yang tinggi sejak kecil didorong oleh ibunya yang sangat progresif dan aktif dalam mengasuh perkembangan intelektual anak-anaknya. Keluarga Hegel adalah keluarga kelas menengah yang mapan, dengan ayahnya bekerja sebagai pegawai negeri di administrasi pemerintahan Wurttemberg. Hegel pernah mengalami masa sakit-sakitan dan hampir meninggal karena cacar sebelum mencapai usia enam tahun. Dia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan kakak perempuannya, Christiane, yang bertahan sepanjang hidupnya.
Hegel dikenal sebagai filsuf yang mengembangkan metode dialektika dalam filsafat. Menurut Hegel, dialektika melibatkan dua hal yang bertentangan yang kemudian didamaikan, seringkali dikenal dengan konsep tesis (pengiyakan), antitesis (penolakan), dan sintesis (kesatuan kontradiksi). Tesis harus berupa konsep yang empiris dan indrawi, serta mengandung pengertian yang berasal dari kata-kata sehari-hari, spontan, dan tidak reflektif, sehingga terkesan abstrak, umum, statis, dan konseptual. Pengingkaran adalah konsep yang berlawanan dengan tesis, menghasilkan pengertian kedua yang kosong, formal, tidak pasti, dan tak terbatas. Menurut Hegel, dalam konsep kedua ini tersimpan pengertian dari konsep pertama. Kontradiksi adalah motor dialektika yang menuju kebenaran, di mana kontradiksi harus mampu menciptakan konsep yang saling mengevaluasi. Kesatuan kontradiksi berfungsi melengkapi dua konsep yang berlawanan sehingga tercipta konsep baru yang lebih ideal.
Karya utama Hegel termasuk "Phenomenology of Spirit" (1807). Salah satu tantangan yang dihadapi penerjemah Inggris dari buku "Phanomenologie des Geistes" adalah apakah harus menerjemahkan "Geist" sebagai "Roh" atau "Pikiran", karena kedua istilah tersebut sangat berbeda dalam bahasa Inggris. Karya penting lainnya adalah "Science of Logic" (1812-1816), "Encyclopedia of the Philosophical Sciences" (1817-1830), dan "Elements of the Philosophy of Right" (1821).
Karya-karya Hegel memperlihatkan ketajaman dan keseimbangan pemikiran yang luar biasa. Menurut Hegel, tugas utama filsafat adalah memahami kenyataan sebagaimana adanya. Dia yakin bahwa kebenaran secara keseluruhan atau sebagian dapat diungkapkan melalui penalaran yang logis dan dapat dipahami.
Pemikiran Hegel sangat terkait dengan dialektika antara tesis, antitesis, dan sintesis. Dalam bukunya "Philosophy of Right", Hegel menempatkan negara dan masyarakat sipil dalam kerangka dialektika tersebut, di mana keluarga berperan sebagai tesis, masyarakat sipil sebagai antitesis, dan negara sebagai sintesis.
Dialektika ini dimulai dari pemikiran Hegel bahwa keluarga adalah tahap awal dari kehendak obyektif. Dalam keluarga, kehendak obyektif tercapai karena cinta yang menyatukan kehendak individu-individu. Akibatnya, kepemilikan barang atau harta benda yang awalnya milik individu menjadi milik bersama. Namun, keluarga juga mengandung antitesis, yaitu ketika individu-individu (anak-anak) tumbuh dewasa dan meninggalkan keluarga, mereka menjadi bagian dari kelompok individu yang lebih luas yang disebut masyarakat sipil (Civil Society). Dalam masyarakat sipil, individu-individu mencari nafkah sendiri dan mengejar tujuan hidup masing-masing. Negara sebagai institusi tertinggi menyatukan keluarga yang bersifat obyektif dan masyarakat sipil yang bersifat subyektif.
Meskipun logika pemikiran Hegel tampak linier, namun sebenarnya Hegel tidak bermaksud demikian. Dalam kerangka dialektika antara tesis, antitesis, dan sintesis, Hegel menempatkan masyarakat sipil di antara keluarga dan negara. Dengan kata lain, masyarakat sipil terpisah dari keluarga dan negara.
Bagi Hegel, masyarakat sipil digambarkan sebagai masyarakat pasca Revolusi Perancis, yaitu masyarakat yang telah diwarnai oleh kebebasan dan terbebas dari belenggu feodalisme. Dalam gambaran Hegel, Civil Society adalah bentuk masyarakat di mana orang-orang di dalamnya dapat memilih kehidupan yang mereka inginkan dan memenuhi keinginan mereka sejauh mereka mampu. Negara tidak memaksakan jenis kehidupan tertentu kepada anggota Civil Society seperti yang terjadi dalam masyarakat feodal, karena negara dan Civil Society terpisah. Masyarakat sipil adalah masyarakat yang terikat oleh hukum. Hukum diperlukan karena anggota masyarakat sipil memiliki kebebasan, rasio, dan membangun hubungan satu sama lain dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Hukum menjadi pengarah kebebasan dan rasionalitas manusia dalam hubungan antar anggota masyarakat sipil. Tindakan yang melukai anggota masyarakat sipil dianggap sebagai tindakan yang tidak rasional.