TEMAN DI PERJALANAN
(Satria Reza Lazuardi: Siswa SMAN 3 Mataram)
Hai, perkenalkan namaku Meta Alifatik, biasanya dipanggil Alif. Pasti kalian pernah mendengar namaku disuatu tempat kan? Yap, namaku memang diambil dari pelajaran kimia, karena orang tuaku adalah seorang ilmuwan kimia di kota ku. Orang tua ku memberikan ku nama ini berharap hidupku akan lurus, seperti bentuk ikatan Alifatik dalam kimia yang pasti lurus. Namun, sepertinya orang tua ku terlalu berharap, karena hidup manusia itu tak selurus harapan yang dibayangkan atau semulus jalan tol di kota ku yang baru di buat. Hidup seseorang manusia pasti banyak masalah, rintangan, lika-liku hidup, tantangan, dan macam lainnya yang membuat hidup itu makin ‘berwarna’.
Yah, seperti hidupku sekarang ini. Masa senang-senang sudah selesai, dan mulainya hidup remaja yang menantang dan penuh petualangan menuju ke kedewasaan. Dimana seorang remaja menemukan teman-teman sejati dan mungkin arti cinta.
Bermula ketika aku baru menginjak masa SMA, setelah menempa mental dan menahan kesabaran saat MOS di calon sekolahku. Hari pertama sekolah, paginya kupersiapkan segala suatu keperluan sekolah seperti : buku, pulpen, pensil, penghapus, dan segala teman-temannya. Segera setelah semua terasa sudah beres, seragam sekolah sudah terpakai dan perut sudah terisi, ku lirik jam tangan Adidas ditangan kiriku, jam 06.15. Waktunya berangkat sekolah, dengan sepeda Polygon Redcoilku yang setia menemaniku sejak SMP, aku pun keluar rumah dan berangkat menuju sekolah.
“Ma, Pak, Alif berangkat! Assalamualaikum,..” pamitku sedikit berteriak. Aku pun melaju ke sekolah dengan kecepatan sedang.
Rumah ku dengan sekolah tidak terlalu jauh, hanya berjarak 1,5 km dan dapat ditempuh dengan sepeda selama 20 menit. Kalian mungkin bertanya, kenapa aku cepat sekali berangkat sekolah? Padahal waktu bel masuk masih lama. Yah, simpel saja, kesan pertama itu sangat perlu. Aku ingin menjadi seorang yang terkesan rajin di sekolah, cukuplah di SMP ku dinilai ‘urakan dan nakal’. Hmmm, setiap manusia itu pasti perlu namanya perubahan kan?.
Sesampainya di sekolah baru ku, ‘SMAN 3 MATARAM’ begitulah tulisan yang terpampang di depan sekolah tersebut. Dengan tersenyum hangat ku gayuh sepedaku masuk ke dalam sekolah, kesan pertama ku pada sekolah ini, ‘keren dan luas’ karena bangunanannya yang tersusun rapi dan lapangan yang luas, bahkan ada masjid di halaman depan sekolah. Ku melewati banyak siswa maupun siswi yang ternyata datang sama paginya dengan ku, ku berikan sedikit senyum hangat khas mentari pagi yang menyinari hari ini, berharap ada siswi yang terpesona dengan senyumku. Sedikit narsis tidak apa-apa kan?.
“Haaaah,...” hela ku pelan saat sampai di parkiran sepeda sambil tersenyum, “semoga aku menemukan teman-teman yang baik di sekolah ini,..” kataku berharap pelan ‘dan normal’ sambungku dalam hati.
Setelah beberapa hari telah berlalu, aku mendapatkan kelas unggulan dan teman-teman yang baik nan ramah. Aku tersenyum ‘sepertinya harapan ku terkabul,..’ batin ku senang.
Namun, sepertinya takdir mengejutkan ku. Kenapa? Karena baru beberapa bulan aku di kelas ini, dan kelas ini telah menunjukan jati dirinya. ‘dasar takdir!’ batin ku heran sambil melihat teman-teman kelasku yang mirip kelakuannya dengan teman-teman SMP ku dulu. Bagaimana tidak , kelasku ini ‘ramai dan ceria’, terlihat ada yang sedang curhat kesah hatinya, ada yang maen laptop, bernyanyi, menonton film, bermain game, diskusi tentang berita bola semalam sampai yang menonton ‘k-pop’ disertai dengan teriakan tidak jelas. Sang Ketua Kelas hanya diam kalem namun sekali-kali ikut nimbrung dalam pembicaraan berita bola. Haah, beginilah kelas ku sekarang, aku hanya bisa tersenyum dan ikut bergabung dalam pembicaraan berita bola bersama teman-teman ku. Perlu diingat, aku ini penggila sepak bola seperti halnya kaum adam pada umunya. Saat kami bercerita tentang tim favorit kami, suara kami tidak kalah dengan suara teriakan cewek-cewek kelas kami yang menonton k-pop. Yah, bahasa kerennya ‘menghidupkan suasana’, namun yang terjadi malah makin ribut.