Lihat ke Halaman Asli

Meninjau Manuver Strategis India di Kawasan Asia Tenggara

Diperbarui: 31 Oktober 2024   07:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Momen ini sudah lama dinantikan, namun kini kian terbukti bahwa India mulai bertransformasi menjadi aktor strategis di Asia Tenggara. Di tengah gempuran diplomasi regional, India telah mengunci kesepakatan senjata dengan Vietnam, memihak Filipina ketimbang Tiongkok dalam sengketa kedaulatan di Laut Cina Selatan, dan meningkatkan kerja sama pertahanan dengan Indonesia. Ini adalah manuver politik yang dilancarkan dalam rangka menyeimbangkan kekuatan di wilayah Asia Tenggara; layak untuk dianalisis secara akademis dalam konteks Hubungan Internasional.

Meskipun sebagian besar pemerintah Asia Tenggara telah lama menganut prinsip untuk tidak memilih pihak dalam konflik geopolitik, sikap agresif Tiongkok di dan sekitar Laut Cina Selatan mendorong India dan mitranya di kawasan tersebut untuk bersatu. Hingga saat ini, tidak satu pun dari hubungan ini berada pada level aliansi atau mencakup komponen pengerahan pasukan yang serius, tetapi trennya jelas. Dan meskipun Amerika Serikat dan sekutunya di Asia tidak terlibat, langkah-langkah India meningkatkan peluang yang menggiurkan tersebut akan semakin melengkapi strategi Indo-Pasifik Amerika Serikat untuk melawan Tiongkok pada dekade mendatang.

Jangkauan strategis India berawal dari hal yang sederhana pada tahun 1991, ketika New Delhi mengumumkan kebijakan Look East---sebuah pengakuan atas signifikansi geostrategis Asia Tenggara bagi keamanan India. Kebijakan ini kurang lebih merupakan sebuah visi daripada serangkaian langkah konkret; Look East diikuti oleh kebijakan Act East pada tahun 2014, ketika India mulai terlibat secara proaktif dengan kawasan tersebut untuk mencegahnya tunduk pada dominasi Tiongkok. Di bawah Perdana Menteri Narendra Modi, yang pertama kali mengumumkan Act East, India dalam beberapa tahun terakhir telah terus memperkuat kemitraan utamanya di seluruh Asia Tenggara, khususnya dengan negara-negara di sepanjang tepi maritim Indo-Pasifik. Langkah-langkah ini jelas dirancang untuk bekerja sama dengan mitra Asia Tenggara yang juga berupaya mempertahankan tatanan internasional berbasis hukum tertulis dan norma perilaku dalam menghadapi meningkatnya agresivitas Tiongkok di kawasan tersebut.
Pada Juni tahun lalu, Menteri Pertahanan Vietnam Phan Van Giang mengunjungi mitranya dari India, Rajnath Singh, di New Delhi dan mengumumkan bahwa India akan mentransfer korvet rudal ke Angkatan Laut Vietnam untuk meningkatkan keamanan maritim. Kedua pihak juga dilaporkan membahas peningkatan pelatihan bagi personel militer Vietnam yang mengoperasikan kapal selam dan jet tempur, serta kerja sama dalam keamanan siber dan peperangan elektronik. Terdapat pula fakta akan Vietnam yang membeli rudal jelajah BrahMos India, yang diproduksi bersama dengan Rusia; suatu tindakan yang mempersulit operasi militer Tiongkok di laut yang disengketakan. Untuk lebih memperkuat hubungan, Hanoi dan New Delhi juga telah mempertimbangkan kesepakatan perdagangan potensial.
Langkah-langkah terbaru ini memperkuat "kemitraan strategis komprehensif" yang telah dipertahankan India dan Vietnam sejak kunjungan Modi ke Vietnam tahun 2016. Hanoi sendiri hanya mempertahankan empat kemitraan di level tertinggi ini---dengan Tiongkok, India, Rusia, dan yang terbaru Korea Selatan. Hal ini  menggarisbawahi nilai strategis tinggi yang diberikan Hanoi kepada New Delhi, sebagai perbandingan, Amerika Serikat hanya merupakan "mitra komprehensif" bagi Vietnam, dua level di bawah status dengan India. Washington pun dalam merespons hal ini telah berjuang untuk terus meningkatkan tingkat kemitraan mereka dengan New Delhi.
Selain itu, Filipina, sekutu perjanjian AS, terus memperluas dan memperdalam kemitraan keamanannya dengan India. Tahun lalu, Menlu Filipina, Enrique Manalo, mengunjungi New Delhi dan bertemu dengan Menlu India, S. Jaishankar. Untuk pertama kalinya, India mengakui keabsahan putusan arbitrase tahun 2016 oleh Pengadilan Arbitrase Tetap di Den Haag yang mendukung klaim kedaulatan Filipina atas Tiongkok di Laut Cina Selatan. Selama pertemuan tersebut, Jaishankar menegaskan kembali seruan India kepada Tiongkok untuk menghormati putusan ini. Kedua belah pihak selanjutnya berjanji untuk meningkatkan kemitraan pertahanan mereka melalui peningkatan interaksi antara badan-badan pertahanan dan dengan mengirimkan atase pertahanan India ke Manila. India juga menawarkan jalur konsesi kredit kepada Filipina untuk membeli peralatan pertahanan India.

Menurut sumber diplomatik yang dekat dengan negosiasi tersebut, "Kami berdua adalah negara maritim dan ada ruang lingkup yang besar di mana kami dapat mengidentifikasi berbagai kegiatan kerja sama termasuk, di masa mendatang, penjualan bersama dan patroli bersama serta pertukaran informasi, praktik terbaik, dan apa pun untuk meningkatkan [kesadaran domain maritim]."

Kedua negara tersebut mengaku bahwa mereka adalah negara maritim dimana keduanya dapat bekerja sama dalam ruang lingkup yang besar, termasuk antara lain penjual-belian senjata, kolaborasi patroli, pertukaran informasi, dan lain-lain [suatu kesadaran mutual sebagai domain maritim]. Keduanya memang telah bekerja sama erat dalam masalah keamanan dalam beberapa tahun terakhir - di tahun 2019, misalnya, India berpartisipasi dalam latihan angkatan laut gabungan di Laut Cina Selatan dengan Jepang, Filipina, dan Amerika Serikat. Pada tahun 2021, Angkatan Laut India melakukan latihan bilateral dengan Filipina. Selain itu, putaran keempat dialog pertahanan tingkat tinggi antara India dan Filipina berakhir pada bulan April, dengan kedua belah pihak berjanji untuk lebih memperdalam kerja sama pertahanan. Pada tahun 2022, Filipina menandatangani kesepakatan besar untuk membeli rudal BrahMos India. Menurut duta besar India di Manila, India sedang menjajaki kesepakatan perdagangan preferensial dengan Filipina untuk meningkatkan hubungan mereka, mirip dengan apa yang sedang dibahas dengan Vietnam.

Sementara itu, kemitraan keamanan India dengan Indonesia diam-diam telah berkembang dengan cara yang juga mendukung strategi Indo-Pasifik AS. Pada bulan Februari 2023, kapal selam konvensional kelas Kilo India melakukan kunjungan pelabuhan pertama ke Indonesia, yang menggarisbawahi bahwa aset bawah laut New Delhi dapat memiliki akses ke pelabuhan Indonesia yang terletak di antara jalur perairan strategis yang melintasi negara kepulauan yang luas itu. Beijing sudah menghadapi masalah strategis yang besar dalam bentuk apa yang disebut dilema Malaka---kerentanan Tiongkok terhadap pemutusan rute perdagangan terpentingnya oleh Amerika Serikat dan sekutunya di perairan sempit antara Singapura dan Malaysia. Ditambah dengan potensi blokade Selat Sunda dan Selat Lombok di Indonesia --- dua jalur sempit strategis lainnya --- maka Tiongkok mungkin harus memikirkan kembali operasi militer di masa depan.

Hubungan pertahanan Indo-Indonesia memang telah dimulai pada tahun 2018, ketika Modi mengunjungi Jakarta dan meningkatkan hubungan menjadi kemitraan strategis yang komprehensif. Sebagai bagian dari ini, kedua negara menandatangani perjanjian kerja sama pertahanan baru. Pada tahun yang sama, India dan Indonesia meluncurkan latihan angkatan laut baru, Samudra Shakti, yang menggabungkan komponen peperangan. Sejak saat itu, kedua angkatan laut telah melakukan empat putaran, yang terakhir pada bulan Mei dan memprioritaskan operasi antikapal selam. Angkatan Laut India telah lebih jauh mendukung Indonesia dengan operasi kemanusiaan dan bantuan bencana, khususnya setelah gempa bumi dan tsunami Sulawesi yang melanda Palu pada tahun 2018. New Delhi dan Jakarta juga sedang menjajaki potensi kerja sama angkatan udara. Indonesia juga dapat mengikuti jejak Filipina dengan membeli rudal BrahMos.

Di sisi ekonomi, kedua negara tengah mempertimbangkan perjanjian perdagangan preferensial, serupa dengan apa yang tengah dibahas India dengan Vietnam dan Filipina. Rencana lainnya termasuk meningkatkan hubungan antara provinsi Aceh di Indonesia dan Kepulauan Andaman dan Nicobar di India. Kedua wilayah negara ini dipisahkan oleh jarak laut sejauh lebih dari 500 mil, dan Jakarta serta New Delhi telah bekerja sama untuk meningkatkan perdagangan dan perjalanan di antara mereka. India dan Indonesia juga bekerja sama dalam pengembangan infrastruktur, seperti pelabuhan di Sabang di Aceh, yang dapat dipandang sebagai saingan India terhadap Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) milik Tiongkok.

India juga bekerja sama dengan Malaysia, penggugat balik lainnya terhadap Tiongkok di Laut Cina Selatan, berdasarkan peningkatan kemitraan strategis yang ditandatangani pada tahun 2015. Pada tahun 2022, baik Jaishankar maupun Singh bertemu dengan mitra mereka dari Malaysia dan menyatakan minat untuk mempererat kerjasama antar keduanya. Setelah pertemuannya dengan Menhan Malaysia, Hishammuddin bin Hussein, Singh menggambarkan keterlibatan tersebut sebagai 'luar biasa'. Meskipun keputusan Kuala Lumpur tahun lalu untuk membatalkan kesepakatan pembelian pesawat tempur Tejas buatan India mungkin telah sedikit melemahkan kemitraan tersebut, niatnya jelas tetap untuk memperkuat hubungan sejalan dengan menegakkan tujuan bersama untuk mempertahankan tatanan internasional berbasis aturan di kawasan tersebut, terutama batas maritim yang diakui secara internasional dan kebebasan navigasi, yang tidak diterima oleh Beijing. Ditambah lagi, Jaishankar saat bertemu dengan Menlu Malaysia saat itu, Saifuddin Abdullah, kerap menekankan bahwa India adalah teman yang memiliki 'pandangan ASEAN' dalam konteks wilayah Indo-Pasifik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline