Lihat ke Halaman Asli

laksana adi

Dengan melakukan travel membuka perspektif kita tentang dunia baru

Cerita dari Lasem, yang Tertua dalam Keheningan

Diperbarui: 19 November 2019   17:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

 Aku dan istri menghampiri sebuah pintu tua dengan cat warna hijau yang sudah mulai mengelupas. Suara anjing menyalak semakin santer saat kami mendekat.

"Misi Opa, bolehkah kami masuk ?" teriakku lambat kepada si pemilik rumah. Beberapa menit kemudian seorang kakek tua membukakan pintu, yang tak lain adalah Opa Gwan sendiri. Tubuhnya terlihat dalam posisi membungkuk sangat dalam dan membentuk sudut 45 derajat. Ia berjalan tertatih-tatih menuju tangga teras rumah lalu duduk dan menyandarkan badan pada tiang rumah.

Dari mimik wajahnya tak menunjukkan keheranan apalagi curiga kepada kami karena Opa memang sudah sering menerima para wisatawan yang berkunjung ke rumahnya. Ia hanya menanyakan, "Dari mana nyo?" Pertanyaan itupun sering terulang karena ia sudah pikun. 

Aku mengamati sekeliling, tak ada pemandangan yang menyegarkan mata. Hanya sebuah rumah tua yang tak terawat di sana-sini. Kursi tamunya pun sudah usang dan tak bisa diduduki lagi. Aku dan istri lalu memilih duduk di tangga teras rumah, bersampingan dengan Opa Gwan.

Sebuah pemandangan yang sangat pilu melihat Opa Gwan dengan keterbatasan ekonominya mendiami rumah tua itu. Aku yang sedari awal hendak mengabadikannya lewat foto, jadi urung melakukannya karena tak tega. Aku lebih memilih mengambil foto Opan Gwan di sebuah bingkai foto yang menempel pada tembok rumah yang terbuat dari kayu kuno. Setidaknya di foto itu keadaan Opa lebih baik daripada sekarang.

dokpri

Aku mencoba bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan ringan namun sepertinya Opa Gwan sudah tak ingat. Tak ada yang bisa diceritakan. Bahkan foto-foto di tembok rumahnya pun ia sudah tak ingat.

Sebenarnya Opa Gwan tidak tinggal seorang diri. Ia ditemani oleh pembantu setianya yang bernama Mbah Minuk. Mbah Minuk berasal dari Tuban yang sudah ikut di keluarga mereka sejak usia muda.

Sejujurnya aku banyak menemukan ketulusan dan kesetiaan dari orang-orang yang tinggal di Lasem. Seperti sosok Mbah Minuk yang terus mengabdi hingga hari tuanya, meski Opa Gwan sudah tua renta dan tidak memiliki apa-apa.

Opa Gwan adalah salah satu sosok tertua yang masih bertahan di kawasan pecinan Lasem. Rumahnya adalah museum tak resmi, berikut menjadi saksi bisu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline