Sontak aku kaget dibuatnya dengan pernyataan temanku yang satu ini. Pernyataan sebagai pembuka obrolan kami berdua di atas bus kota, saat dalam perjalanan pulang dari pekerjaan.
“Lha maksud kamu ini bagaimana sih ? Apa KPK sudah kebablasan dalam kerjanya, bukankah tugas lembaga yang satu ini spesial buat memberantas koruptor ?” tanyaku sedikit sewot.
“Nah itu dia. Justru aku sendiri kaget dengan tulisan Kompasianer Sahabat Anas itu... “
“Owh, pendapat seseorang yang mengaku dekat sama Anas ? Wajar saja wong namanya juga teman... “ sahutku.
“Cuma menurutku, gimana jalan pemikiran Sahabat Anas itu. Lembaga antirasuah dibentuk pemerintah, tokh buat berantas para maling duit negara. Anak kecil juga tahu. Tapi kenapa di pikiran orang itu jadi berubah menjadi Lembaga seperti Kopkamtib di jamannya Orde Baru, atau seperti yang dilakukan pemerintahan kolonial Belanda yang menahan Bung Karno dan Bung Hatta ? Aneh. Apa pemerintahan sekarang juga memang sudah mundur jauh ke belakang. Maksudku dalam sistemnya ?”
Aku tak mau lagi menjawab pertanyaan omongan temanku itu. Tapi di dalam hati, muncul begitu banyak pertanyaan tentang kasus ini.
Kalau memang benar tudingan Sahabat Anas itu bahwa KPK merupakan kepanjangan tangan penguasa, mengapa pula Andi Mallarangeng yang disebut banyak orang ‘dekat’ dengan Cikeas dibui juga ?
Demikian juga halnya seperti tempo hari dengan kasus yang menjerat Aulia Pohan yang notabene besan SBY, tokh tetap saja diadili sebagaimana mestinya.
Akan halnya dengan yang sekarang ini menyangkut anas Urbaningrum, ya wong gak usah kebablasan dalam membelanya. Janganlah menyudutkan KPK dengan tudingan tahanan politik segala. Biarkanlah KPK bekerja sesuai kapasitasnya. Karena dewasa ini hanya kepada lembaga yang satu ini rakyat Indonesia cenderung menaruh harapan, di dalam penegakan hukum – tentu saja. Setelah lembaga yang lainnya, polri, kejaksaan, dan kehakiman banyak terkontaminasi, juga dicederai oleh perilaku orang-orang di dalamnya sendiri.
Sebaiknya orang-orang yang merasa dekat dengan Anas Urbaningrum, mendorongnya untuk berjalan tegak menuju peradilan. Kita percayakan kepada pengadilan. Bahwa nanti pun akan dapat terbukti salah-tidaknya seseorang yang jadi tersangka. Bahkan dengan keterangan Anas di pengadilan nanti, segala diksinya seperti: terang-benderang, jilid satu – jilid selanjutnya, seribu persen, sampai gantung di Monas, siapa tahu akan kita buktikan.
Malahan tidak menutup kemungkinan pula dengan keterangan Anas di pengadilan kelak, isu tersangkutnya keluarga Cikeas pun - seperti isu yang beredar saat ini, akan terbuka juga.
Ya siapa tahu. Tokh kita sekarang hanya bisa menduga-duga.
Asal jangan berburuk sangka saja ya ? ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H