Lihat ke Halaman Asli

Lajma Khanie

Happy Writing

A Day After Lebaran

Diperbarui: 22 Mei 2022   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

20 hari berlalu dari moment yang fitri, lebaran idul fitri 1443 Hijriah. Kini, foto-foto lebaran jadi tinggal kenangan manis yang tersimpan di galeri foto smartphone. 

Kue lebaran sudah habis, baju lebaran kini jadi baju hari-hari yang sesekali dipakai buat kondangan. komunikasi dengan orang tua pun jadi sesekali, terjadwal mungkin seminggu sekali. 

Ramah tamah dengan tetangga kini menjadi kaku. Karena tak ada moment lebaran. Apakah ini terjadi? Jika sebagian mengatakan iya, maka opini tersebut bisa berubah status menjadi fakta atau realita. 

Manusia pada dasarnya sangat suka dengan momentum. Ada sejarah di situ. Ada masa yang tak kembali. Maka saat ada momentum tersebut, tak perlu pikir panjang. 

Jika modal terasa cukup (Nggak harus lebih), cus, mudik, lebraan, dan melebur kebersamaan. Memang, nikmat berkumpul bersama sanak keluarga itu adalah nikmat terbesar. Seberapa jauh kita, saat sudah pulang ke rumah, bersimpuh di kaki orang tua, meminta ridho dan maaf. Semua indah pada moment nan fitri.

Begitu libur usai, maka kita kembali ke rutinitas. Menembus pagi, berangkat ke kantor. Bersabar dengan macet, bersahabat dengan waktu yang seolah memburu. Di kepung lelah setalh bekerja Senin-Jum'at. Namun, tetap bersyukur di kala Sabtu dan Minggu bisa menghabiskan moment bersama keluarga tercinta. Bagi yang jomblo, bisa jadi itu moment untuk liburan atau justru mageran.

Hari-hari setelah lebaran menjadi hari-hari penuh realita. Namun, bisa jadi hari-hari itu menjadi langkah baru untuk kehidupan yang lebih baik lagi. Merealisasikan rencana, memutar otak untuk berkarya karena kita ingin, lebaran tau depan ada 'beda' anatar dulu dan nanti. 

Kita berproses kembali setelah lebaran, menggapai asa yang tadinya ragu menjadi mantab. Yang tadinya takut, karena mendaoat doa kedua orang tua, dukungan, dan pengalaman, kita menjadi mau untuk maju. Kita berproses dalam momentum lebaran. Kita ingin menjadi lebih baik seperti terispirasi dari sanak saudara kita yang juga sudah lebih baik. Kita ingin kembali bertemu dan memiliki rejeki untuk lebaran tahun berikutnya. 

Segala doa kita panjatkan agar kita punya moment mudik, kita punya kesehatan, dan kita masih diberikan kesehatan untuk bisa bertemu kedua orang tua.

Baju lebaran yang sudah kita bei tahun ini, menjadi referensi untuk tahun depan. warna, nada, dan variasinya pun menantang kita, tahun depan adakah rejeki untuk berlebaran dengan baju baru. Membelikan baju baru dan hadiah. 

Selepas lebaran, pastikan finansial kita tetap terjaga baik. Jika lebih, bisa jadi planing untuk renovasi rumah, membuat pagar, dll bisa terwujud. Yang paling penting, menjaga kekompakan. Karena tanpa kekompakan, rasanya mustahil itu semua terwujud.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline