Lihat ke Halaman Asli

Lajma Khanie

Happy Writing

Menulis sebagai Media Dakwah

Diperbarui: 9 Mei 2018   18:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menulis bagi sebagian orang bisa menjadi sekedar hobi, mata pencaharian, atau terapi untuk meluapkan apa yang ada di hatinya. Menulis bisa menjadi media aktualisasi diri, itulah mengapa, banyak orang mulai menjadi penulis. Apalagi, menulis di zaman sekarang sangat mudah daripada di zaman sekolah dulu. Jika waktu di bangku sekolah, kita harus patuh pada aturan guru bahasa Indonesia, maka sekarang, kita bisa menulis dengan bebas bak terjun payung. Alhasil, beberapa merasa memiliki dunianya sendiri, aturannya sendiri, dan menjadi sangat nyaman dengan dunia menulis. Namun, banyak juga penulis yang memang berkualitas lahir dari aktivitas menulis mandiri. Ya, menjadi penulis memang mudah, yang penting mau belajar dan konsisten.

Setiap orang memiliki alasan mengapa dia menulis. Setiap orang juga memiliki alasan, tulisan macam apa yang ingin dia tulis. Ada yang menulis tentang politik, ada juga yang menulis sastra, ada yang menulis dongeng, ada juga yang menulis opini, ada yang menulis cara membuat sesuatu, ada juga yang menulis semua kegalauannya. 

Apapun yang ditulis, semuanya perlu dipertanggungjawabkan. Jika tulisanmu baik dan mengantarkan pada kebaikan, maka kamu sudah menjadi bagian dari pewarta kehidupan, menyampaikan pesan dan kebenaran. Tapi, jika yang kamu tulis adalah aib dan hoax, maka siap-siap kamu akan gelisah dan was-was tentang apa yang kamu tulis.

Bagi saya pribadi, menulis sama saja dengan membangun peradaban. Mengapa? Karena dengan menulis, kita meninggalkan apa yang akan dibaca oleh peradaban setelah kita. Seperti yang telah dicontohkan dalam peradaban-peradaban dahulu. Di mana sekarang kita menikmati hasil dari peradaban itu, karya-karya yang lahir dari pemikiran yang menembus ruang dan waktu. Tulisan-tulisan yang kaya akan membuat tulisan itu akan digemari lintas generasi. Genarasi yang terus berkembang, generasi yang akan menentukan arah peradaban.

Sejarah peradaban Islam telah membuktikan bahwa menulis merupakan salah satu media dakwah yang sangat ampuh! Meskipun para cendikiawan Islam tidak hidup di zaman ini, namun karya dan pemikiran mereka mengalir di generasi sekarang. Karya-karya Imam Besar masih dipelajari hingga kini, sirah nabawiyah masih dibaca kepada anak cucu generasi ini, dan tulisan-tulisan para alim ulama menjadi penyemangat di sanubari generasi qur'ani.

Konsekuensi untuk menghasilkan karya yang besar adalah dengan banyak membaca. Maka, dalam Al-qur'an kita temukan ayat pertama  yang turun adalah iqro'. Bacalah! Kita disuruh membaca. Allah Subhanahuwata'ala menyuruh umatnya untuk membaca. Karena dengan membaca, maka kita menjadi tahu. Saat kita tahu, maka kita bisa menyampaikannya kepada orang lain. Kita menyelamatkan orang dari yang tidak tahu menjadi tahu, maka sama saja kita telah menyelamatkan peradaban (Yang dari tidak tahu menjadi tahu). Maka di bagian surat yang lain, kita ditempa dengan QS. Al-Qalam yang berarti pena.  Dalam ayat pertama di Surat tersebut, berbunyi "Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan." 

Baik kata iqro' (baca) maupun Qalam (pena) keduanya sudah terpatri dalam Kita Suci Al-qur'an nul karim. Perintah dari Allah Azza Wa jalla untuk kita membaca dan menulis. Agar umat ini menjadi umat yang besar dan cerdas dengan banyak membaca dan menulis. 

Jika kamu tidak punya banyak waktu untuk terjun ke lapangan, jika kamu tidak punya banyak harta untuk disedekahkan, maka kamu masih punya sepasang mata untuk membaca dan jari-jari untuk menulis. Maka menulislah dengan jujur, menulislah tentang kebaikan, menulislah untuk diniatkan bahwa tulisan yang kamu tulis adalah sebuah kebenaran, sebuah ilmu, atau sebuah media untuk membuka hati orang pada kebaikan. Jika kita berhasil menyentuh hati orang dengan kata-kata yang kita tulis, maka bisa dikatakan kita telah menjadikan kegiatan menulis kita sebagai media dakwah. Karena ada orang yang tidak bisa tersentuh dengan omongan, namun ada orang yang tersentuh dengan tulisan (kata-kata).

Apapun jalan dakwah yang kita pilih, dakwah dengan ceramah, dakwah dengan perilaku,maupun dakwah melalui tulisan, niatkan semuanya karena Allah. Perkara orang akan menerima atau tidak, itu urusan yang Maha Membolak-Balikkan hati. Tugas kita adalah menyampaikan.

Saya pernah membaca beberapa buku, tentang kebangkitan ilmu pengetahuan bagi dunia Islam yang kala itu ilmu pengetahuan banyak diterjemahkan ke bahasa arab. Lalu, Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan di Timur Tengah, Disusul kemudian Istanbul di Turki dan Andalusia dengan Universitas Cordoba -nya waktu itu. Kala itu, bisa dibilang golden age of Islam. Masa kejayaan Islam dengan banyak ilmuan-ilmuan Islam menghasilkan karya-karya lewat kitab-kitab yang mereka tulis. sebut saja, Ibnu Qaldun dengan Mukadimahnya, Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Batutah, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim, dan masih banyak lagi. Semua tulisan dan manuskrip karya mereka ada di perpustakaan-perpustakaan Universitas Elute di Eropa. Betapa Menulis menjadi Media dakwah dan sarana menyampaikan pengetahuan.

Maka dari itu, rugi rasanya kalau kita tidak mengambil bagian dari dakwah bil qalam berdakwah melalui pena. Jangan menunggu ide itu datang, tapi menulislah, seiring dengan berjalannya waktu, detik demi detik, ide-de segar itu akan muncul. Seperti yang saya lakukan sekarang. Saya hanya ingin menjadi bagian dari peradaban dengan menulis. Saya ingin menjadi bagian dari dakwah dengan menulis. Saya ingin menjadi bagian dari sastra dengan menulis...Karena, ketika kita sudah tiada, tulisan kita lah yang akan dikenang orang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline