Lihat ke Halaman Asli

Laily Ajeng Primandari

Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Review Artikel Pernikahan Dini di Lereng Merapi dan Sumbing

Diperbarui: 24 Oktober 2023   20:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Judul  Artikel: Pernikahan Dini di Lereng Merapi dan Sumbing
Nama Penulis: Muhammad Julijanto
Tahun: 2020
Volume dan Halaman: Vol. 13, No. 1
Sumber Jurnal: Google Scholar

Kali ini saya akan ne review artikel yang berjudul “Pernikahan Dini di Lereng Gunung Merapi dan Sumbing” karya Dosen Muhammad Julijanto. Permasalahan pada penelitian ini membahas terkait apa yang menjadi alasan praktik pernikahan dini di Kecamatan Kaliangkrik dan Kecamatan Selo, serta apa yang dilakukan pemerintah setempat untuk menurunkan angka pernikahan dini tersebut.

Hasil Penelitian :
Kecamatan Selo merupakan salah satu dari 19 wilayah kecamatan di Kabupaten Boyolali. Kecamatan Selo mempunyai 10 desa yang tersebar di sisi. sebelah timur dan utara lereng gunung merapi. Wilayah Kecamatan Selo dibatasi Sebelah Utara dengan Kabupaten Magelang dan Kecamatan Ampel. Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Magelang. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cepogo dan Kecamatan Ampel. Sementara itu, Kecamatan Kaliangkrik berada di wilayah Kabupaten Magelang tepatnya sebelah utara yang berbatasan dengan Kecamatan Windusari, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bandongan dan sebelah selatan bertabatasan dengan Kecamatan Kajoran.
Masyarakat lereng gunung, baik Kaliangkrik dan Selo, mempunyai pola kehidupan sosial yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Pertanian menjadi mata pencaharian utama masyarakat lereng gunung. Pertanian yang sumbur menjadi daya tarik sendiri bagi masyarakat untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Pertanian yang dijalankan secara turun temurun diwariskan dari generasi kepada generasi yang berikutnya. Dengan tingginya angka pernikahan dini di lereng pegunungan. Musim panen seperti bulan Juli, Agutus, September adalah musim nikah juga. Setelah panen tembakau mereka menikah. Dalam kondisi inilah, praktik pernikahan dini terjadi. Kehidupan sosial yang sudah nyaman dengan produksi pertanian yang bisa diandalkan menyebabkan anak- anak yang mulai tumbuh, tidak segera melanjutkan mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, sebaliknya justru ada beberapa anak yang putus pendidikannya. Selain itu, kenyamanan hidup sebagai petani ini menjadikan para pemuda Selo tidak mau merantau.
Dari sisi pendidikan, fasilitas pendidikan di kecamatan Kaliangkrik sepertinya lebih baik daripada kecamatan Selo. Pernikahan dini faktor budaya, kultur yang mereka lakukan, ketika anak sudah berniat, tidak punya akses pendidikan, informasi, ketika ada yang menembung, orang tua tidak punya beban. Mereka ingin melepas beban, mereka diberi modal, bekerja sebagai buruh tani, buruh sayur sudah bisa diandalkan untuk mencukupi kehidupan keluarga. Pola kehidupan masyarakat di Selo sangat patembayan, dimana peranan tokoh sangat berpengaruh, sehingga beberapa desa yang mereka dampingi dalam konteks politik sangat dinamis, kemunculan tokoh sangat dipengaruhi dengan pemberdayaan yang dilakukan.
Nikah di bawah umur atau perempuannya usia 16 tahun masih saja banyak dipraktikkan oleh masyarakat Selo. Faktor budaya dan akibat kasus hamil di luar nikah menjadi dua alasan praktik ini tetap dilakukan. Angka pernikahan di bawah umur warga di lereng Gunung Merapi Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, tercatat masih cukup tinggi. Selain itu, penyebab pernikahan dini di wilayahnya adalah kebiasaan yang ada, yaitu orang tua lebih senang jika anaknya payu sudah ada yang menanyakan, maka segera dinikahkan. Masyarakat mempunyai kebanggaan kalau ada hajatan tetangga dan anaknya sudah ada yang menanyakan kapan akan dinikahkan. Dalam konteks masyarakat seperti ini, membangun keluarga yang berkualitas (keluarga sakinah) menjadi sesuatu yang jauh dari pemahaman mereka. Ini menjadikan pernikahan dini menjadi fenomena praktik turun temurun. Selain itu, masyarakat juga merasa malu apabila mempunyai anak gadis yang belum menikah, sehingga hal ini menjadipenyebab selanjutnya. Baik di Selo Boyolali ataupun di Kaliangkrik Magelang, psikologi sosial ini ikut menyumbang terjadinya pernikahan dini dalam masyarakat. Oleh karena itu, menikah di usia muda menjadi salah satu cara untuk menghilangkan rasa malu ini.
Sejak tahun 2018 telah dibuat kebijakan yang secara ketat untuk memberikan perhatian kepada upaya pencegahan pernikahan dini di Kabupaten Magelang termasuk di Lereng Sumbing, yaitu adanya edaran yang dikeluarkan oleh KUA, dimana petugas KUA tidak mau menerima berkas calon mempelai, apabila calon mempelai laki- laki maupun perempuan berusia di bawah ketentuan peraturan perundang-undangan.
Secara administratif, kebijakan menolak pernikahan bawah umur di Kaliangkrik membuahkan hasil yang cukup signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan data administratif pernikahan di KUA Kecamatan Kaliangkrik. Peranan tokoh masyarakat dalam upaya pencegahan pernikahan dini di Selo dapat dilihat dari adanya sosialisasi undang-undang perkawinan tentang usia perkawinan dan efek negatif pernikahan dini melalui pemutaran film dan beberapa sosialisasi yang diselenggarakan untuk upaya mengendalikan pernikahan dini di Lereng Merapi Selo dilakukan dengan lebih tegas dengan adanya kesepakatan dari para kepala desa di wilayah kecamatan Selo Boyolali untuk tidak menghadiri hajatan yang digelar oleh keluarga yang menikahkan putra putrinya masih di bawah umur. Adanya pemberian sanksi bagi masyarakat yang melakukan pelanggaran asusila juga menjadi media lain untuk menekan angka pernikahan dini.

Analisis/pandangan saya dari kasus ini yaitu walaupun dapat dikatakan bahwa pernikahan dini hukum asalnya diperbolehkan menurut syariat Islam, tetapi tidak berarti dibolehkan secara mutlak bagi semua perempuan dalam semua keadaan. Sebab pada sebagian perempuan terdapat beberapa kondisi yang menunjukkan bahwa lebih baik tidak menikah pada usia dini. Selain itu pernikahan dini juga ada dampaknya yaitu anak yang menikah pada usia dini memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan fisik, seperti komplikasi pada kehamilan dan melahirkan, anemia, serta malnutrisi.

Pada dasarnya pendidikan sangatlah penting, jadi alangkah lebih baik jika seorang wanita menyelesaikan pendidikan dan mengejar karir terlebih dahulu atau bisa dikatakan sebagai wanita yang sukses.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline