Tingkat partisipasi pendidikan tinggi Indonesia per 31 Desember 2016 adalah 27,98%. Dengan angka yang demikian, Indonesia menjadi incaran negara penyedia jasa pendidikan dan pelatihan. Karena perhatian pemerintah terhadap bidang pendidikan masih rendah, secara umum mutu pendidikan nasional kita dari jenjang sekolah dasar hingga pendidikan tinggi masih jauh tertinggal dari standar mutu internasional.
Sejak 1995 Indonesia telah menjadi anggota WTO dengan diratifikasinya semua perjanjian-perjanjian perdagangan multilateral menjadi UU No, 7 tahun 1994. Perjanjian tersebut mengatur tata-perdagangan barang, jasa dan trade related intellectual property rights (TRIPS) atau hak atas kepemilikan intelektual yang terkait dengan perdagangan. Dalam bidang jasa, yang masuk sebagai obyek pengaturan WTO adalah semua jasa kecuali "jasa non-komersial atau tidak bersaing dengan penyedia jasa lainnya".
Sejalan dengan pandangan ilmu ekonomi, WTO menetapkan pendidikan sebagai salah satu industri sector tersier, karena kegiatan pokoknya adalah mentransformasi orang yang tidak berpengetahuan dan orang tidakpunya ketrampilan menjadi orang berpengetahuan dan orang yang punya ketrampilan. Prinsip dan peraturan dari WTO adalah adanya jaminan atas perdagangan bebas (free trade). WTO membagi liberalisasi perdagangan dunia menjajdi dua kategori, yaitu General Agreement on Tariff and Trade (Kesepakatan Umum tentang Tarif dan Perdagangan/GATT) dan General Agreement on Trade in Service (Kesepakatan Umum Perdagangan Sektor Jasa/GATS). Melalui GATS inilah semua transaksi perdagangan, di mana pendidikan ditetapkan termasuk di dalamnya dapat diperjual-belikan di pasar global.
WTO dan GATS memang tidak secara eskplisit menyatakan penarikan tanggungjawab pemerintah atas dunia pendidikan, namun pola dan strategi implementasi, juga globalisasi dan ideologi neoliberalisme yang berada dibaliknya meniscayakan ditariknya peran negara dalam memenuhi tanggung jawabnya atas dunia pendidikan.
Dalam bukunya yang berjudul Melawan Neoliberalisme pendidikan, Dharmaningtyas menyampaikan bahwa ada empat metode penyediaan jasa pendidikan yang selama ini dikenal dan dilegitimasi oleh WTO, yaitu :
1. Cross Border Supply
Institusi pendidikan tinggi luar negeri menawarkan kuliah -- kuliah melalui internet. Seperti online degree program, distance learning, dan tele course.