KKN MIT-DR 12 UIN Walisongo -- Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan sebelum mempelai berusia 18 tahun. Selain memunculkan risiko kesehatan bagi perempuan, pernikahan dini juga berpotensi memicu munculnya kekerasan seksual dan pelanggaran hak asasi manusia.
Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1974 pasal 6 mengatur batas minimal usia untuk menikah dimana pernikahannya hanya di izinkan jika pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Akan tetapi, dari sisi psikologis dan medis usia tersebut masih terbilang sangat dini untuk menghadapi setiap masalah atau ujian yang terdapat dalam rumah tangga. Sehingga hal tersebut mengakibatkan lebih rentannya angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan juga tingginya angka perceraian.
Untuk menanggulangi terjadinya hal tersebut, maka dibuatlah UU RI No. 1 tahun 1974 pasal 6. Dengan dibuatnya Undang-undang tersebut maka pemerintah berharap bahwa angka pernikahan dini dapat berkurang dan juga dapat dicegah. Tetapi nyatanya angka pernikahan usia dini saat ini semakin meningkat, apalagi semenjak adanya wabah covid-19 yang menyerang diseluruh penjuru dunia termasuk Indonesia.
Hal tersebut terjadi karena adanya faktor ekonomi yang semakin menurun. Beberapa orang tua kehilangan mata pencahariannya, sehingga memilih jalan pintas untuk menikahkan anaknya yang masih berusia dini dengan tujuan untuk meringankan beban biaya yang ditanggung dan dikeluarkan (ujar pak Slamet Efendi selaku narasumber webinar). Tetapi hal tersebut bukanlah solusi yang tepat, karena pernikahan usia dini sangat tidak dianjurkan baik dari segi kesehatan, psikologis, sosial, maupun hukum.
Maka dari itu, diharapkan dengan adanya upaya-upaya pencegahan pernikahan dini seperti melalui kegiatan webinar yang diadakan oleh mahasiswa Kelompok 36 KKN MIT-DR Ke-12 UIN Walisongo Semarang strategi pencegahan pernikahan usia dini dapat berjalan secara efektif sehingga angka pernikahan dini dapat berkurang secara perlahan maupun signifikan. Dan juga mengurangi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) serta tingginya angka perceraian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H