Lailatul nikmah
240111100126
Konsep Negara Hukum
Negara Hukum merupakan negara yang menganut asas hukum dan memiliki kedaulatannya. Dasar dari negara hukum yaitu konsep the rule of law yang memiliki arti bahwa negara dalam menjalankan fungsinya harus berdasarkan asas hukum. Berdasarkan konsep tersebut maka dapat kita ambil pengertian bahwa setiap anggota atau yang termasuk warga negara hukum, harus taat dan mengakui supremasi hukum tu sendiri. Menurut Rinehart and Winston (1961), Konsep negara hukum sudah ada sejak zaman Yunani Kuno dan telah dikembangkan oleh para filsuf. Plato, dalam karyanya "The Republic," awalnya berpendapat bahwa negara ideal dapat dicapai dengan memiliki seorang filosof (raja filsuf) yang memegang kekuasaan karena mereka memiliki pengetahuan tentang kebaikan. Namun, dalam bukunya "The Statesman" dan "The Law," Plato kemudian menyatakan bahwa yang dapat dicapai adalah bentuk kedua terbaik yang menekankan supremasi hukum. Pemerintahan yang mencegah penyalahgunaan kekuasaan individu adalah pemerintahan berdasarkan hukum. Aristoteles memiliki pandangan serupa dengan Plato, menganggap tujuan negara adalah mencapai kehidupan terbaik yang mungkin dengan menggunakan supremasi hukum. Hukum dipandang sebagai ekspresi kebijaksanaan kolektif warga negara, sehingga partisipasi warga negara penting dalam pembentukannya. Menurut Asshiddiqie (2005), Konsep tentang negara hukum modern di Eropa Kontinental diperkenalkan dengan menggunakan istilah "rechtsstaat" dari bahasa Jerman. Tokoh-tokoh seperti Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lainnya berkontribusi dalam perkembangan konsep ini. Di sisi lain, dalam tradisi AngloAmerika, konsep negara hukum dikenal dengan sebutan "The Rule of Law" yang pertama kali diperkenalkan oleh A.V. Dicey. Selain itu, ide tentang negara hukum juga berhubungan dengan konsep "nomokrasi" (nomocratie), yang berarti bahwa hukum menjadi penentu utama dalam pelaksanaan kekuasaan negara. Mahmudin (2008) menyatakan bahwa konsep negara hukum yang diperkenalkan oleh A.V. Dicey dan Stahl dapat dianggap sebagai pandangan pertama mengenai negara hukum yang menjadi fokus pemikiran para ahli hukum pada abad ke-19. Pandangan tentang negara hukum ini, yang dipengaruhi oleh desain yang dibuat oleh kedua ahli tersebut, menghasilkan konsep negara hukum formal, di mana peran pemerintah sangat terbatas dalam mengelola pemerintahan. Keterbatasan peran pemerintah ini tidak hanya berlaku di bidang politik tetapi juga di bidang ekonomi, yang ditekankan oleh prinsip laissez faire (yaitu keadaan ekonomi negara akan berkembang jika individu diberi 416 kebebasan untuk mengurus kepentingan ekonominya masing-masing). Dari segi politik ekonomi, tugas negara adalah melindungi posisi ekonomi kelompok yang mengendalikan alat-alat produksi dan pemerintahan.
Kondisi Hukum di Indonesia
Indonesia adalah negara hukum sesuai yang telah tercantum pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Negara Indonesia adalah negara hukum". Hukum sangatlah penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara karena semua perbuatan dan tindakan berlandaskan kepada hukum yang telah diatur pada undang-undang. Kondisi hukum di Indonesia sangat dipengaruhi oleh pendekatan hukum positivistis yang merupakan warisan dari masa kolonial Belanda. Pendekatan ini mendasarkan hukum pada apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh penguasa yang memiliki otoritas. Dalam konteks ini, hukum dianggap sebagai sesuatu yang bersifat formalistik, yaitu hukum terkait erat dengan teks hukum yang ada. Pendekatan hukum positivistis ini memiliki dampak yang signifikan pada proses pembuatan undang-undang dan pelaksanaan hukum oleh aparat penegak hukum seperti polisi, hakim, jaksa, dan lainnya. Karena hukum sangat bergantung pada teks hukum yang eksplisit, proses pembuatan undang-undang harus memperhatikan dengan cermat penyusunan dan interpretasi teks hukum. Dalam konteks ini, penegakan hukum juga sangat dipengaruhi oleh interpretasi yang ketat terhadap ketentuan hukum yang tertulis. Oleh karena itu, pengaruh dari pendekatan formalistik ini dapat memengaruhi bagaimana undang-undang dibentuk dan bagaimana hukum diterapkan dalam kasus-kasus konkret. Secara singkat, Indonesia masih mengikuti tradisi hukum positivistis yang melibatkan penggunaan teks hukum yang jelas dan tegas dalam proses perundang-undangan dan penegakan hukum. Pendekatan ini memiliki kelebihan dalam memastikan kejelasan hukum, tetapi juga bisa menimbulkan tantangan dalam interpretasi dan fleksibilitas hukum terutama dalam situasi yang kompleks atau berubah-ubah. Kondisi hukum di Indonesia tak luput dari peran politik. Keadilan akan dapat terwujud apabila aktivitas politik memang berpihak pada nilai-nilai keadilan. Peran politik dalam pembentukan hukum adalah bagian integral dari sistem hukum di Indonesia, seperti di 417 negara-negara lain. Penting bahwa aktifitas politik tersebut memprioritaskan nilai-nilai keadilan dalam pembuatan produk-produk hukum. Meskipun lembaga-lembaga hukum harus bekerja secara independen untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum, kolaborasi antara lembaga-lembaga politik dan hukum harus didasarkan pada prinsip-prinsip supremasi hukumyang berkeadilan. Ini merupakan landasan penting untuk mencapai sistem hukum yang adil dan berfungsi. Namun, kondisi hukum di Indonesia saat ini tidak baik-baik saja. Terlihat dari seringnya hukum diabaikan dan bahkan tidak dianggap keberadaannya oleh kalangan-kalangan tertentu. oleh karena itu bertebaran kasus sabotase, diskriminasi, korupsi, dan pengistimewaan bagi seseorang yang memiliki kekuasaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum di Indonesia atau di negara kita ini adalah "tumpul ke atas dan tajam ke bawah." maknanya bahwa hukum di Indonesia dapat dibeli oleh penguasapenguasa atau seseorang yang memiliki jabatan tinggi dan seseorang yang memiliki kekayaan yang berlimpah akan senantiasa aman dari aturan atau hukuman yang akan membelenggu mereka. Sebaliknya hukum bagi masyarakat di bawah bagaikan sebuah bilah besi tipis yang sangat tajam.
Peran Pemerintah dalam Menegakan Hukum di Indonesia
Dalam penegakan hukum mengandung makna bahwa setiap pelanggaran hukum atau penyimpangan terhadap hukum melibatkan aparat penegak hukum seperti polisi, hakim, jaksa atau pengacara dan keberlangsungan hukum berada di tangan mereka. Peran para penegak hukum menjadi penting karena yang menjalan kehendak hukum dilakukan adalah para penegak hukum. Menurut Satjipto Rahardjo "kita tidak dapat menutup mata terhadap kenyataan para penegak hukum sebagai kategori manusia dan bukan sebagai jabatan cenderung memberikan penafsiran tersendiri terhadap tugastugas yang harus dilaksanakan sesuai dengan tingkat dan jenis pendidikan (Rahardjo, 2011: 2). Penegakan hukum merupakan jalan mencapai ide-ide dan cita-cita hukum atau tujuan hukum. Penegakan Hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan dalam hukum agar menjadi kenyataan dan ditaati oleh masyarakat. Penegakan hukum yang kuat adalah salah satu aspek kunci dalam menjaga stabilitas sosial, memastikan keadilan, dan menciptakan ketentraman bagi masyarakat.Masyarakat Indonesia semakin hari semakin mendambakan penegakan hukum yang berwibawa, untuk memenuhi rasa keadilan dan ketentraman yang menyejukkan hati. Penegakan hukum dapat dijelaskan sebagai usaha melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya agar tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran, memulihkan hukum yang dilanggar itu supaya dapat ditegakkan kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H