Aplikasi pesan kini menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat modern, termasuk di Indonesia. Di tahun 2024, WhatsApp berhasil menjadi aplikasi pesan paling dominan, digunakan hampir oleh seluruh pengguna internet di Indonesia. Popularitas WhatsApp tidak lepas dari kemudahannya dalam berkomunikasi, baik untuk keperluan pribadi maupun bisnis. Namun, menariknya, di tengah dominasi WhatsApp, Facebook Messenger tetap memiliki cukup banyak pengguna. Walaupun tidak menjadi aplikasi utama, Messenger mampu mempertahankan posisinya sebagai pilihan alternatif yang masih diminati oleh segmen pengguna tertentu. Keberadaan Messenger di pasar aplikasi pesan ini tentu menarik untuk dibahas, terutama mengapa aplikasi ini tetap bertahan meskipun kompetisi di industri ini semakin ketat.
Salah satu alasan mengapa Messenger masih relevan adalah jumlah penggunanya yang cukup besar di Indonesia. Berdasarkan data dari We Are Social, Messenger memiliki 27,75 juta pengguna aktif di Indonesia. Jumlah ini setara dengan 10% dari total populasi nasional atau sekitar 15% dari semua pengguna internet di negara ini. Meskipun jumlah ini jauh di bawah WhatsApp, yang memiliki tingkat adopsi sebesar 88,7%, Messenger tetap lebih banyak digunakan dibandingkan beberapa aplikasi lain, seperti Telegram, yang diadopsi oleh 62,8% pengguna internet. Angka ini menunjukkan bahwa Messenger masih memiliki tempat di hati penggunanya, terutama bagi mereka yang mungkin mencari sesuatu yang tidak sepenuhnya bisa ditawarkan oleh aplikasi lain.
Menariknya, Messenger memiliki karakteristik pengguna yang berbeda dibandingkan dengan aplikasi pesan lainnya. Data dari We Are Social juga menunjukkan bahwa pengguna Messenger di Indonesia lebih banyak berasal dari kalangan laki-laki, yaitu sebesar 55,1%, dibandingkan perempuan yang hanya 44,9%. Hal ini mengindikasikan bahwa aplikasi ini cenderung lebih diminati oleh laki-laki, mungkin karena kecocokannya dengan kebutuhan komunikasi yang lebih formal atau profesional. Messenger sering digunakan untuk urusan bisnis, kerja, atau diskusi yang memerlukan struktur lebih serius, berbeda dengan WhatsApp yang lebih umum digunakan untuk keperluan sehari-hari. Dominasi laki-laki ini memberikan gambaran unik tentang pola penggunaan Messenger, yang berhasil menemukan target pasar tersendiri.
Keunggulan utama yang membuat Messenger bertahan hingga saat ini adalah karena hubungannya yang kuat dengan Facebook, platform media sosial yang masih sangat populer di Indonesia. Keterhubungan ini memungkinkan pengguna untuk berkomunikasi dengan lebih mudah, terutama dalam aktivitas yang berkaitan dengan Facebook, seperti obrolan di grup komunitas, jual beli di marketplace, atau koordinasi acara. Integrasi ini menjadikan Messenger tidak hanya sebagai aplikasi pesan, tetapi juga sebagai bagian penting dari ekosistem Facebook yang sulit tergantikan. Bagi banyak pengguna, kenyamanan dalam menggunakan satu ekosistem aplikasi tanpa perlu berpindah platform adalah salah satu alasan utama mereka tetap memilih Messenger sebagai alat komunikasi mereka.
Selain unggul karena memiliki hubungan yang kuat dengan facebook, Messenger juga memiliki fitur yang tidak dimiliki oleh banyak aplikasi pesan lainnya, yaitu ruang iklan yang terhubung langsung dengan Facebook Ads. Fitur ini memungkinkan pelaku bisnis untuk menjangkau audiens dengan cara yang lebih luas dan personal. Dengan menggunakan Messenger, bisnis dapat berinteraksi langsung dengan pelanggan, memberikan penawaran, atau bahkan melayani konsumen dengan lebih efektif. Hal ini memberikan nilai tambah yang tidak dimiliki WhatsApp, terutama untuk kebutuhan pemasaran digital. Dengan kemampuannya ini, Messenger berhasil menjadikan dirinya sebagai alat yang tidak hanya digunakan untuk komunikasi, tetapi juga untuk mendukung strategi bisnis secara lebih luas.
Messenger juga terus berinovasi untuk tetap menarik perhatian penggunanya. Salah satu inovasi yang berhasil adalah pengenalan fitur chatbot berbasis AI, yang memungkinkan bisnis dan pengguna biasa untuk berkomunikasi dengan cara yang lebih modern dan efisien. Selain itu, Messenger juga menawarkan kemampuan video call yang lebih fleksibel dibanding beberapa pesaingnya. Dari perspektif teori difusi inovasi, Messenger memang tidak secepat WhatsApp dalam menjangkau pasar yang lebih luas, tetapi fitur-fitur ini membuat aplikasi ini tetap relevan di segmen tertentu. Dengan pendekatan ini, Messenger menunjukkan bahwa ia mampu beradaptasi dengan kebutuhan pengguna yang terus berkembang di era digital.
Banyak pengguna tetap memilih Messenger karena kenyamanan yang ditawarkan aplikasi ini. Dari perspektif teori Planned Behavior, loyalitas pengguna terhadap Messenger dipengaruhi oleh persepsi positif yang mereka miliki terhadap aplikasi ini. Banyak pengguna merasa Messenger memiliki tampilan yang familiar, terutama bagi mereka yang sudah terbiasa menggunakan Facebook. Keterhubungan yang mulus antara kedua platform ini menciptakan pengalaman yang sulit tergantikan. Bahkan, meskipun ada banyak aplikasi lain yang lebih populer, Messenger tetap dipertahankan oleh penggunanya karena kepraktisan dan keunggulannya yang dirasakan secara langsung dalam mendukung berbagai kebutuhan komunikasi.
Namun, di balik keunggulannya, Messenger menghadapi tantangan besar untuk terus bersaing di pasar aplikasi pesan yang semakin kompetitif. Salah satu tantangan utama adalah meningkatnya kesadaran pengguna terhadap pentingnya privasi dan keamanan data. Aplikasi-aplikasi pesaing seperti Signal dan Telegram mulai mendapat perhatian lebih karena menawarkan fitur privasi yang lebih canggih. Jika Messenger tidak segera berinovasi dalam aspek ini, risiko kehilangan pengguna bisa semakin besar. Selain itu, Messenger juga perlu memastikan bahwa aplikasi ini tetap menarik bagi generasi muda yang memiliki preferensi unik dalam memilih aplikasi komunikasi.
Meski tantangan terus meningkat, Messenger masih memiliki peluang besar untuk berkembang. Dengan fokus pada peningkatan fitur keamanan dan privasi, Messenger dapat membangun kembali kepercayaan pengguna. Selain itu, Messenger juga dapat memperkuat posisinya di sektor komunikasi bisnis yang lebih profesional. Inovasi berbasis teknologi AI, seperti peningkatan chatbot dan kemampuan otomatisasi lainnya, bisa menjadi daya tarik tambahan yang mampu menarik pengguna baru. Dengan terus menyesuaikan fitur dan strategi pemasaran, Messenger memiliki potensi besar untuk bertahan dan berkembang di masa depan.
Secara keseluruhan, meskipun tidak menjadi aplikasi pesan nomor satu, Messenger tetap memiliki peran penting di pasar aplikasi komunikasi. Dukungan dari ekosistem Facebook, fitur unik yang mendukung bisnis, serta kemampuannya memenuhi kebutuhan tertentu menjadikan Messenger tetap relevan bagi sebagian pengguna. Jika terus berinovasi dan menjawab kebutuhan pasar, Messenger tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga dapat bersaing dengan aplikasi-aplikasi pesan lainnya di era digital yang semakin ramai peminatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H