Jogja adalah tempat terbaik untuk healing. Begitulah kata orang-orang yang memilih Jogja sebagai pelarian dari patah hati mereka. Jogja adalah saksi bisu jutaan tetes air mata yang turun tersebabkan patah hati.
Dan di sinilah aku sekarang, sedang menginjakkan kaki di tanah Yogyakarta. Bukan untuk healing, tapi sedari awal aku sudah berada di kota ini.
Berniat datang menuntut ilmu tapi secara tidak sengaja juga ikut jatuh dan patah hati. Kalimat Jogja adalah tempat terbaik untuk healing tampaknya tidak berlaku bagi aku yang malah jatuh hati di kota ini.
Namanya Naya, perempuan pertama yang berhasil membuat hatiku luluh. Kemudian setelahnya ia juga berhasil hancurkan berkeping-keping. Tidak, tidak berkeping-keping lagi namanya. Hancur tanpa sisa sampai aku tak menyisakan lagi cinta untuk diriku sendiri.
Ini bukan tentang persoalan sejenis perselingkuhan atau hati yang tak lagi satu rasa. Tapi memang sedari awal, aku dan Naya tidak pernah benar benar ada di halaman yang sama. Kita terlanjur usai sebelum kisahnya benar-benar dimulai. Kita berada di buku yang sama, tapi di halaman yang berbeda.
"Aku ingin abadi dalam ceritammu, nay. Bahkan jika kamu ingin menghapusku dari hatimu, aku ingin tetap ada dalam sudut kenanganmu." Itu adalah kata-kata terakhir yang aku ucapkan kepada Naya sebelum aku dan dia memutuskan kembali asing.
Sebelum Naya memilih untuk pergi dan menjalani hidupnya sendiri. Benar-benar sendiri. bukan hanya tanpa aku, tapi tanpa semua orang yang sebelumnya ada di hidup Naya.
Aku tidak benar-benar mengerti apa yang ada di pikiran Naya. Aku tidak benar-benar paham maksud kepergiannya. Naya bilang ia masih mencintaiku, tapi Naya pergi.
Apakah kepergian adalah salah satu bahasa cinta Naya? Atau naya berbohong? Tidak. Aku tahu betul Naya-ku. Naya yang aku kenal tidak mungkin berbohong kepadaku.
Benar, itulah masalahnya. Naya yang kukenal tidak mungkin akan berboohong kepadaku. Masalahnya dua bulan sebelum Naya pergi, Naya berubah. Ia tak lagi seperti Naya yang kukenal.
Naya yang biasanya selalu bahagia dan riang, berubah menjadi Naya yang murung dan mudah marah. Naya yang suka senyum dan tertawa terhadap hal-ha kecil yang bahkan manusia normal tidak akan menilainya lucu, berubah menjadi Naya yang sedih dan mudah menangis.