Mencermati hakikat dan nilai dari setiap mata pelajaran merupakan tugas seorang guru sekolah dasar. Termasuk mendalami apa nilai dan tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk diajarkan kepada siswa sekolah dasar. PKn (civic education) memiliki tujuan yang sangat penting yaitu untuk membuat good and smart citizen melalui civic knowledge, civic skill dan civic disposition. Tetapi PKn ini selalu dipandang sebelah mata oleh peserta didik begitupun Guru. Siswa cenderung kurang meminati mata pelajaran PKn dibanding pelajaran lainnya seperti olahraga, bahasa indonesia dan masih banyak lagi. Ini seharusnya menjadi bahan pemikiran untuk stakeholder bagian pendidikan bagaimana cara meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran PKn.
Ini bisa terjadi karena kurangnya variasi guru dalam memilih pendekatan, metode, serta strategi seorang guru dalam mengajar PKn di sekolah dasar. Biasanya dalam mengajar PKn guru kebanyakan menggunakan metode ceramah sebagai metode andalan yang digunakan dikarenakan guru berasumsi PKn merupakan mata pelajaran yang banyak hafalan. Mulai dari menghafal sila-sila Pancasila, bunyi UUD 1945, proses perumusan Pancasila, tanggal tanggal bersejarah, dll. Guru seringkali hanya memberikan siswanya tugas untuk merangkum atau hanya menghafal selama pembelajaran berlangsung. Itu menyebabkan siswa kurang meminati pelajaran PKn.
Selain itu, selama pembelajaran berlangsung guru hanya mementingkan aspek kognitif siswa. Yang guru pikirkan yang penting peserta didik itu mampu mengetahui dan hafal terhadap materi yang diajarkan. Guru seringkali kurang memiliki kemampuan dalam menangkap kata kunci dalam SK (standar kompetensi) dan KD (kompetensi dasar). Dalam melakukan penelaahan terhadap SK dan KD selama ini, guru masih banyak kekeliruan. Alhasil, apa yang disampaikan menjadi salah sasaran. Sebagai contoh kesalahan tersebut, misalnya dalam SK itu tertulis menghargai nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila dan dalam KD tertulis siswa harus mampu mendeskripsikan, menceritakan, dan meneladani nilai-nilai juang para tokoh dalam kehidupan sehari-hari. Karena kesalahan menangkap esensi SK dan KD, pembelajaran cenderung cuma mengarah pada pencapaian aspek kognitif.
Seperti contoh SK dan KD di atas, selama ini guru cenderung hanya menekankan pada bagaimana proses perumusan Pancasila-nya (kognitif), sehingga saat evaluasi, pertanyaan yang muncul ya sekitar proses perumusan Pancasilanya. Misalnya, "siapa tokoh yang merumuskan, tanggal berapa, bagaimana bunyi rumusannya". Kondisi itu menyebabkan kompetensi yang diharapkan dicapai siswa malah terabaikan. Misalnya bagaimana siswa mampu menghargai semangat para pejuang dalam merumuskan Pancasila, bagaimana menghargai perbedaan pendapat dalam suatu musyawarah, dan bagaimana meneladani nilai juang para tokoh yang oleh siswa dapat diaplikasikan dalam belajar.
Karena kesalahan dari awal guru yang hanya mementingkan aspek kognitif siswa, yang penting siswa bisa mampu mengetahui dan hafal materi pada bab-bab dalam mata pelajaran PKn membuat guru juga melaksanakan evaluasi pembelajaran ke arah kognitif siswa. Kondisi ini akan membuat kurang tercapainya hakikat dan tujuan mata pelajaran PKn yang ingin menjadikan good and smart citizen. Siswa hanya difasilitasi civic knowledge-nya tanpa memperhatikan civic skill dan civic disposition.
Solusi yang seharusnya diterapkan guru
Solusi yang dapat dilakukan oleh seorang guru, langkah pertama yang harus dilakukan ialah dengan mengubah metode dan strategi yang digunakan dalam mengajar PKn serta lebih mampu untuk menangkap esensi dalam SK dan KD secara benar. Kesalahab dalam menangkap SK dan KD akan amat mempengaruhi penyusunan tujuan dan evaluasi pembelajaran. Kesalahan ini juga akan berdampak pada pencapaian kompetensi itu sendiri. Misalnya, Guru dapat menggunakan metode pembelajaran role playing yang dapat membantu siswa dalam menangkap serta meneladani nilai-nilai juang para tokoh perumus Pancasila.
Terkait dengan itu, Guru juga dapat membuat variasi evaluasi yang tidak hanya menguji aspek kognitif siswa tetapi juga dapat menguji keterampilan, sikap serta pengamalan siswa terhadap materi. Guru dapat membuat bentuk evaluasi afektif untuk menguji hal tersebut. Alat penilaian afektif, atau disebut juga dengan tes afektif, merupakan salah satu bagian dari tes non-kognitif. Domain afektif ini mencakup nilai, sikap, minat, dan perasaan. Penilaian untuk domain ini relatif sulit. Perlu Guru ketahui bahwa Bloom menggradasikan ranah afektif menjadi lima tingkatan diantaranya penerimaaan, partisipasi, penilaian, organisasi, dan pembentukan pola hidup.
Guru dapat membuat evaluasi yang dapat menguji aspek afektif siswa terhadap mata pelajaran PKn. Sebagai contoh untuk menguji hasil belajar dalam tingkat penerimaan, guru dapat merancang indikator siswa mampu bersikap menerima menyetujui atau tidak, dengan menggunakan skala sikap untuk megujinya. Hingga pada tingkat pembentukan pola, guru dapat merancang indikator siswa mampu membiasakan/menjelmakan dalam pribadi dan perilaku sehari-hari. Guru dapat bekerja sama dengan orangtua untuk menguji evaluasi tersebut dan terhindar dari ketidakjujuran.
Pemahaman seorang guru terhadap SK dan KD, pemilihan metode dan strategi dalam pembelajaran serta pembuatan variasi evaluasi pembelajaran dalam mata pelajaran PKn ini sangat penting bagi seorang guru unuk mencapai hakikat dan tujuan dari mata pelajaran PKn (civic education) ini yang ingin melahirkan serta membentuk good and smart citizen. Selain itu, agar mata pelajaran ini juga tidak hanya dipandang sebelah mata oleh siswa tatapi dapat menjadikan PKn ini sebagai jalan untuk mencari jati dirinya sebagai warga negara Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI