Lihat ke Halaman Asli

Presiden Pembawa Virus

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Mempertanyakan sesuatu kepada seorang presiden itu menarik, itulah mengapa  kita sering mempertanyakan reaksi presiden terhadap suatu kejadian. Ketika terjadi kerusuhan, kita bertanya “apa yang dilakukan presiden untuk mengatasi hal ini?”, ketika terjadi bencana kita juga mempertanyakan “dimana presiden?”, begitu pun manakala terjadi wabah penyakit, kita juga bertanya “ tindakan apa yang dilakukan presiden untuk mengatasi hal ini?”. Dan seterusnya.

Kali ini seiring dengan berkembangnya isu kerusakan hutan, kita pun mempertanyakan “ langkah – langkah apa yang diambil presiden untuk mengatasi kerusakan hutan?”. Sebagai seorang presiden, pertanyaan ini cukup mudah untuk dijawab, tidak sulit juga untuk mereka-reka rencana tindak yang dapat dijadikan strategi nasional, pun pengejawantahan dalam program kegiatan bisa bermacam-macam. Akan tetapi sebelum melangkah ke sana ada baiknya kita buka dulu wawasan kita tentang bagaimana kondisi hutan kita yang sesungguhnya.

Sejarah Pengelolaan

Dahulu, hutan mendominasi luasan daratan Indonesia. Berdasarkan peta vegetasi yang dirilis oleh Dinas Kehutanan  Indonesia pada tahun 1950, sekitar 84 persen luas daratan Indonesia (162.290.000 hektar) pada masa itu, tertutup hutan primer dan sekunder, termasuk seluruh tipe perkebunan. Meskipun dalam peta tersebut kawasan perkebunan dikategorikan sebagai hutan namun pada masa itu perkebunan belum mempengaruhi kondisi hutan.

Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, kegiatan pembukaan lahan hutan mulai dilakukan untuk mengembangkan sektor pertanian. Masyarakat secara tradisional mulai mengembangkan pola pertanian secara subsisten, kemudian berkembang ke arah pertanian intensif. Melalui kegiatan ini, lahan hutan perlahan mulai berkurang, apakah rusak?. Tidak, pemanfaatan hutan yang dilakukan pada skala ini masih bersifat wajar. Alam tidak akan merugi jika dimanfaatkan secara bijaksana dan tidak melebihi ambang batas.

Laju deforestasi hutan mulai meningkat cepat pada akhir era 60’an seiring dengan berubahnya arah politik dan ekonomi bangsa ini. Pada masa itu pembangunan industri merupakan prioritas utama, sayangnya sumberdaya alam yang dikorbankan sebagai modal. Berawal dari dibukanya Konsesi Hak Pengelolaan Hutan (HPH) yang diberikan kepada para pengusaha, penebangan hutan secara komersial pun berlangsung secara masif. Industri perkayuan dan pulp memang berkembang pesat pada saat itu, namun perkembangan tersebut tidak diimbangi dengan pasokan bahan baku yang cukup. Hal ini kemudian mendorong maraknya pembalakan liar yang semakin memperparah kondisi hutan.

Hasil survey Bank Dunia pada tahun 1999 mencatat bahwa laju deforestasi hutan rata-rata dari tahun 1985-1997 mencapai 1,7juta hektar per tahun. World Resource Institute 1997 menyimpulkan bahwa saat itu Indonesia telah kehilangan 72 % tutupan hutannya. Ditambah maraknya kebakaran hutan, perburuan dan perdagangan satwa liar, kondisi hutan semakin memprihatinkan, tak hanya luasnya tapi juga kehidupan di dalamnya. Kementrian kehutanan memperkirakan rata-rata laju deforestasi antara tahun 1996 – 2003 mencapai 3,5 hektar per tahun, dan hingga tahun 2013 lajunya tinggal 15 persen menjadi 450 hektar per tahun. Laju degradasinya benar –benar turun ataukah karena hutannya telah habis?. Siapa yang tahu. Berdasarkan pemahaman kondisi ini, langkah – langkah yang akan diambil menjadi lebih mudah dirumuskan.

Langkah – langkah Penanggulangan

Kerusakan hutan sebagaimana dilukiskan pada pembahasan sebelumnya merupakan serangkaian proses yang terjadi secara terus – menerus. Dalam rentang waktu tersebut pemerintah sebenarnya menyadari apa yang sedang terjadi. Cukup banyak program –program yang dilakukan dalam rangka rehabilitasi hutan, hanya saja capaiannya yang kurang memadai. Ambil contoh kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN), gerakan massif yang dicanangkan untuk memperbaiki kondisi hutan melalui penanaman. Akan tetapi langkah ini nampaknya belum berhasil (jika tidak mau disebut gagal), buktinya degradasi hutan terus berlanjut. Lalu akhir – akhir ini kita mengenal program One Man One Tree dan juga One Billion Indonesian Trees yang dirancang untuk mengajak seluruh rakyat untuk menanam. Pada tahap ini pemerintah mulai menyadari bahwa peranan setiap warga sangat diperlukan.

Saat ini, pemerintah memiliki 6 (enam) kebijakan nasional yaitu pemantapan kawasan hutan, rehabilitasi dan peningkatan daya dukung DAS, pengamanan  hutan dan pengendalian kebakaran hutan, konservasi keanekaragaman hayati, revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan, dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Kebijakan ini merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintahan sebelumnya. Sangat bagus bukan?. Rumusan tersebut memang sangat pas dengan kondisi hutan Indonesia. Jika saya menjadi presiden pun, saya akan memakai keenam poin tersebut sebagai rumusan strategi. Akan tetapi penekanannya bukan pada poin –poin tersebut. Melainkan pada siapa yang menjalankan.

Seperti telah dibahas di awal, kita punya kecenderungan untuk bertanya reaksi presiden, ini membuktikan kita cenderung mencari pembenaran terhadap sesuatu yang terjadi. Sadarkah kita bahwa permasalahan kerusakan hutan adalah permasalahan kita semua? Bahwa bencana yang diakibatkan oleh kerusakan hutan merupakan bencana yang bisa saja menimpa kita semua?, Lalu sadarkah kita bahwa penanggulangan kerusakan hutan tidak dapat dilakukan secara parsial?, bukankan perencanaannya harus bersifat holistik dan terpadu?, semua pihak harus terlibat, tak hanya saya sebagai presiden, tapi juga anda. Program presiden, secanggih apapun, tidak akan berhasil tanpa masyarakat yang sadar akan lingkungan. Sebanyak apapun dana yang dikucurkan dalam rangka memperbaiki hutan kita tidak akan pernah cukup untuk mencapai target tanpa individu –individu yang menganggap kelestarian hutan sebagai suatu kebutuhan. Dan pohon yang ditanam, berapapun jumlahnya, tidak akan hidup tanpa orang – orang yang menganggapnya sebagai komponen penyeimbang alam yang harus dijaga dan dilestarikan.

Apalah arti rencana Presiden tanpa dukungan anda. Saya butuh orang - orang yang faham dan sadar kondisi kehutanan. Sejalan dengan langkah – langkah yang diambil, sangat penting untuk membangun paradigma baru setiap orang di republik ini dengan menyebarkan virus ‘kesadaran lingkungan’ sehingga menginfeksi setiap orang. Bentuknya berupa penyuluhan tanpa henti, integrasi pengetahuan lingkungan dalam pelajaran di sekolah,  merangkul lembaga - lembaga masyarakat, sisipkan tentang lingkungan dalam ceramah atau pun khotbah di tempat –tempat ibadah, nyanyikan lagu tentang alam sejak seorang anak masih dalam buaian, dan jadikan lingkungan sebagai sahabat dalam kehidupan. Manakala virus 'kesadaran lingkungan' tersebut sudah menyebar, rakyat sudah sadar akan lingkungan dan setiap orang menjadi agen perubahan, maka program apapun untuk mendukung kelestarian lingkungan, termasuk hutan, akan berjalan lancar bebas hambatan. Bahkan mungkin kita tak perlu lagi program apapun, karena setiap orang telah menjadi presiden bagi lingkungannya. Setiap orang dapat memutuskan mana yang baik dan tidak bagi alam. Dan anda, anda yang sedang membaca tulisan ini, anda juga seorang presiden bagi lingkungan (tanpa harus memasang foto kampanye anda di pohon).  Anda juga berhak atas pertanyaan “apa langkah – langkah yang anda ambil dalam rangka mengurangi kerusakan hutan?”.  (Salam Lestari)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline