Lihat ke Halaman Asli

Pemilih yang Selektif Dapat Membantu Generasi Muda Mencegah Munculnya Hoaks untuk Pemilu 2019

Diperbarui: 25 Februari 2019   23:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

infopublik.id

Berita bohong (hoaks) serta ujaran kebecian jelang Pemilu 2019 muncul secara silih berganti. Tak terkeculai berita bohong atau hoaks sendiri yang perkembangannya begitu cepat menyebar di lingkungan masyarakat kita. Kemunculan berita bohong yang sangat meresahkan semua kalangan ini, muncul dan menyebar begitu cepat terutama di dunia maya.

Hoaks dinilai merugikan banyak kalangan, baik dari calon pemimpin, partai politik, penyelenggara pemilu (KPU), maupun masyarakat. Hoaks juga dapat mengancam proses demokrasi yang sedang berjalan di Indonesia saat ini. Dengan banyaknya berita hoaks maka akan menimbulkan banyak opini publik mengenai ketidakpercayaan terhadap penyelenggaraan Pemilu.

Dari sinilah, kita sebagai bagian dari masyarakat diharapkan ikut memerangi adanya berita bohong yang menyebar luas dan cepat tersebut. Dan menjadi pemilih yang cerdas dalam menanggapi bayaknya informasi yang kita peroleh sekarang ini.

Kita sebagai warga masyarakat yang sedang ikut mengawal jalannya proses pembangunan demokrasi, harus siap akan segala resiko dan tantangan yang ada. Salah satunya yaitu tentang kemunculan berita bohong atau hoaks ini. Diharapkan kita sebagai pemilih nantinya dapat menyaring informasi yang diterima dan tidak asal ikut menyebarkan berita maupun informasi yang tidak valid.

Dengan kita membantu memerangi munculnya hoaks, maka kita telah menyelamatkan generasi muda maupun anak-anak kita agar tidak terjerumus dalam kebohongan publik yang ada saat ini. Karena sejatinya hoaks dapat merusak moral dari generasi muda kita. Dan dapat pula menguras hati para pemilih muda bangsa Indonesia.

Berbagai upaya telah dilakukan beberapa pihak, baik oleh pemerintah maupun masyarakat yang peduli terhadap banyaknya hoaks yang muncul di kehidupan kita sekarang ini. Pemerintah misalnya, yang telah membuat hukum ataupun undang-undang yang mengatur tentang adanya hoaks di kalangan masyarakat.

Dengan cara memblokir situs-situs yang menyebarkan hoaks, menangkap pelaku penyebar hoaks, dan membentuk lembaga atau badansiberkreasi yang bertujuan untuk menangani hoaks tersebut. Tidak hanya itu, masyarakat juga ikut berperan aktif dalam menekan peredaran atau penyebaran hoaks. Salah satunya dengan memberikan klarifikasi terhadap munculnya hoaks itu sendiri.

Belum lama ini banyak muncul kasus hoaks yang terkait akan penyelenggaraan Pemilu 2019. Kasus hoaks itu berupa 7 kontainer berisi surat suara pemilihan presiden dan wakil presiden yang sudah tercoblos untuk pasangan nomor urut 01.

Dan adanya berita hoaks tentang bocornya kisi-kisi soal debat pertama pilpres yang diselenggarakan pada 17 Januari 2019 lalu. Bukan hanya masalah hoaks, ujuran kebencian pun ikut merajalelamenjelang pemilu. Sebagai contoh, kebencian akan kotak suara yang berbahandasar kardus tak luput dipermasalahkan dan diperdebatkan beberapa pihak.

Sehubungan akan banyaknya berita hoaks yang muncul Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo meminta semua pihak tidak menyampaikan informasi dengan tujuan merusak legitimasi KPU. Menurut Tjahjo Kumolo, apabila ada masalah dalam pemilu maka disampaikan secara langsung, bukan menulis di media sosial.

Banyak pihak telah menegaskan bahwa, berita hoaks sangat mengganggu dan meresahkan semua kalangan tak terkecuali masyarakat. Di era teknologi seperti ini membuat berita hoaks tidak dapat dibendung penyebarannya. Hanya kita sebagai pemakai teknologi yang harus pandai menyikapi kemunculan hoaks tersebut dengan bijak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline